Repelita Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, didakwa bersama beberapa orang lainnya atas dugaan penyuapan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan. Dakwaan tersebut dibacakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, menyatakan bahwa Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan uang sebesar 57.350 Dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan. "Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," jelas Jaksa Wawan.
Hasto, yang menjabat sebagai Sekjen DPP PDIP sejak 2015, bertanggung jawab langsung kepada Ketua Umum PDIP. Dalam pelaksanaan tugasnya, Hasto dibantu oleh orang kepercayaannya, termasuk Donny Tri dan Saeful Bahri. Pada 20 September 2018, KPU menetapkan daftar calon tetap (DCT) yang akan mengikuti Pemilu Legislatif (Pileg) dari PDIP untuk daerah pemilihan (dapil) Sumsel-1. Namun, sebelum pelaksanaan Pemilu, KPU menerima informasi bahwa caleg DPR dari PDIP Dapil Sumsel-1 nomor urut 1, Nazarudin Kiemas, telah meninggal dunia pada 26 Maret 2019.
Kemudian, pada 15 April 2019, KPU mengeluarkan keputusan untuk mencoret nama Nazarudin Kiemas dari DCT. Pemilu yang dilaksanakan pada 17 April 2019 menghasilkan suara terbanyak untuk Riezky Aprilia dengan 44.402 suara sah. Pada 22 Juni 2019, rapat pleno DPP PDIP memutuskan bahwa Harun Masiku ditetapkan sebagai caleg terbaik untuk Dapil Sumsel-1 dan berhak mendapatkan pelimpahan suara dari Nazaruddin Kiemas sebesar 34.276 suara.
Hasto memerintahkan Donny untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU. Namun, KPU menolak permohonan tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pada 31 Agustus 2019, Hasto bersama Donny menemui Wahyu di Kantor KPU untuk membahas permohonan penggantian caleg terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Namun, KPU tetap menetapkan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih.
PDIP kemudian meminta fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) pada 13 September 2019. MA menerbitkan surat yang intinya sama seperti putusan sebelumnya. Pada 23 September 2019, Saeful Bahri menghubungi Agustiani Tio, kader PDIP yang memiliki kedekatan dengan Wahyu Setiawan, untuk meminta bantuan menyelesaikan sengketa penetapan caleg DPR Dapil Sumsel-1.
Pada 25 September 2019, Saeful menemui Riezky Aprilia di Singapura dan memintanya mundur sebagai caleg terpilih, namun Riezky menolak. Riezky Aprilia kemudian dilantik pada 1 Oktober 2019. Meskipun demikian, Hasto tetap berupaya menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR.
Pada awal Desember 2019, Hasto meminta Donny membuat kajian hukum penyelesaian sengketa Pileg 2019 Dapil Sumsel-1. Saeful kemudian menghubungi Tio untuk menanyakan biaya operasional yang diperlukan Wahyu untuk meloloskan penggantian anggota DPR dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Wahyu meminta biaya operasional sebesar Rp1 miliar, dan Hasto menyetujui permintaan tersebut.
Pada 6 Desember 2019, DPP PDIP mengirim surat kepada KPU perihal permohonan pelaksanaan fatwa MA. Hasto juga mengirim pesan WA kepada Saeful untuk menyerahkan uang sebesar Rp600 juta, yang sebagian digunakan untuk uang muka penghijauan kantor PDIP dan sisanya diserahkan kepada Donny.
Pada 17 Desember 2019, Saeful menyerahkan uang muka operasional sebesar 19 ribu dolar Singapura kepada Tio, yang kemudian diserahkan kepada Wahyu. Wahyu mengambil 15 ribu dolar Singapura dan sisanya diberikan kepada Tio. Pada 23 Desember 2019, Harun Masiku menitipkan uang sebesar Rp850 juta kepada Kusnadi di kantor DPP PDIP.
Pada 26 Desember 2019, Saeful menyerahkan uang sebesar 38.350 dolar Singapura kepada Tio untuk dana operasional Wahyu. Namun, pada 8 Januari 2020, Wahyu, Tio, Saeful, dan Donny diamankan petugas KPK berikut uang sebesar 388.350 Dolar Singapura dari Tio.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa dengan dakwaan Kedua Pertama Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP atau dakwaan Kedua-Kedua Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok