Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Perpanjangan Usia Pensiun TNI Dikritik: Ancaman Penumpukan Perwira Non-Job dan Beban Anggaran

Top Post Ad

 

Repelita Jakarta - Perpanjangan masa usia pensiun prajurit TNI menuai kritik keras dari kalangan masyarakat sipil. Aturan itu tertuang dalam Pasal 53 draf Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang telah disepakati DPR RI dan pemerintah.

Kebijakan ini dikhawatirkan akan semakin menambah jumlah perwira tinggi non-job serta memperbesar kemungkinan mobilisasi mereka ke jabatan-jabatan sipil yang semakin diperluas.

Pasal 53 RUU TNI mengatur usia pensiun prajurit berdasarkan jenjang kepangkatan. Bintara dan tamtama pensiun pada usia 55 tahun, perwira sampai pangkat kolonel 58 tahun, perwira tinggi bintang satu 60 tahun, perwira tinggi bintang dua 61 tahun, dan perwira tinggi bintang tiga 62 tahun.

Sementara itu, perwira tinggi bintang empat atau jenderal memiliki usia pensiun maksimal 63 tahun, namun dapat diperpanjang dua kali, masing-masing satu tahun, sesuai kebutuhan dan keputusan presiden.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai penambahan usia pensiun prajurit berpotensi memperburuk penumpukan perwira non-job. Selain itu, kebijakan ini membuka peluang bagi mereka untuk dimobilisasi ke kementerian, lembaga negara, dan perusahaan milik negara atau BUMN.

"Dalam praktiknya, ini justru akan menggerus profesionalitas dan kualitas kinerja lembaga negara maupun BUMN," kata Isnur.

RUU TNI juga memperluas jabatan sipil yang bisa diisi prajurit aktif. Di Pasal 47 draf RUU TNI, DPR RI dan pemerintah menambahkan lima pos kementerian dan lembaga yang dapat ditempati prajurit aktif, yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Kejaksaan Agung RI.

Sementara itu, perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif dianggap bukan solusi atas penumpukan perwira non-job. Masalah utama yang harus dibenahi adalah tata kelola sumber daya manusia (SDM) yang buruk.

Berdasarkan data Rapat Pimpinan TNI tahun 2024, jumlah perwira tinggi TNI dari bintang satu hingga empat mencapai 1.293 orang, melebihi kebutuhan yang hanya 1.114 orang sesuai daftar susunan personel (DSP). Kelebihan personel juga terjadi pada tingkat perwira menengah berpangkat letnan kolonel yang mencapai 5.661 orang, sementara kebutuhan hanya 5.423 orang.

Menurut penelitian Chandra Ariyadi Prakosa, Mhd. Halkis, dan Tarsisius Susilo dalam Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), pertumbuhan perwira TNI yang tidak terkendali dapat menimbulkan risiko jika tidak dikelola dengan baik. Mereka menilai permasalahan ini bukan akibat dari penghapusan dwifungsi ABRI, melainkan akibat dari sistem manajemen SDM yang tidak efektif.

"Solusi utama untuk mengatasi tantangan tersebut adalah melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan SDM," tulis mereka.

Salah satu masalah utama dalam pengelolaan SDM di lingkungan TNI adalah kesenjangan keterampilan. Banyak personel yang belum siap menghadapi tantangan era digital. Padahal, di era modern, TNI membutuhkan personel yang tidak hanya mahir dalam kemampuan fisik dan taktis, tetapi juga memiliki keterampilan teknologi yang mendukung operasi militer modern.

Co-founder Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Dwi Sasongko mengungkapkan dampak lain dari perpanjangan masa pensiun, yakni bertambahnya beban anggaran belanja pegawai dan barang.

"Potensi kebutuhan tambahan anggaran untuk perpanjangan usia pensiun tahun 2025 dari 6.679 personel tamtama hingga perwira tinggi mencapai Rp412 miliar," ungkap Dwi.

Tergerusnya anggaran untuk belanja rutin ini, lanjut Dwi, akan berdampak pada pengurangan anggaran pembangunan kekuatan militer. Angka ini pun akan terus bertambah setiap tahunnya seiring dengan meningkatnya jumlah anggota TNI yang masa pensiunnya diperpanjang.

Perpanjangan masa pensiun juga dinilai memicu stagnasi karir perwira, yang membuat TNI menjadi organisasi yang kurang adaptif terhadap perkembangan global dan teknologi terbaru. Meski TNI telah menambah satuan seperti Kogabwilhan dan Kodam untuk menampung perwira non-job, langkah tersebut dinilai lebih sebagai solusi sementara daripada solusi strategis untuk perbaikan sistem pertahanan.

"Berbagai organisasi tidak diisi utuh, seperti satuan-satuan teritorial di perbatasan baik darat, laut, dan udara hanya terpenuhi antara 50-70 persen, sehingga menurunkan kinerja," kata Dwi.

Dwi menilai RUU TNI lebih mengakomodasi kepentingan perwira tinggi agar bisa mendapatkan posisi strategis dengan masa pengabdian yang lebih lama, ketimbang menjawab tantangan pertahanan modern.

"Perubahan paling krusial dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 ini adalah Pasal 53 yang memperpanjang usia pensiun," pungkasnya. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Below Post Ad


Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved