Repelita Jakarta - Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengkritik pernyataan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, Prof Jimly Asshiddiqie, terkait Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna hari ini.
Lukman H Saifuddin menyebut RUU itu tetap bermasalah. Hal itu karena salah satu pasal dalam UU itu terdapat poin pelaksanaan operasi militer selain perang bisa dilakukan tanpa menyertakan partisipasi publik.
“Hemat saya, tetap bermasalah. Sebab penetapan dan pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang bisa dilakukan tanpa menyertakan partisipasi publik,” kata Mantan Wakil Ketua MPR ini.
Dengan demikian, menurutnya TNI memiliki peluang melakukan tindakan eksesif. “Terbuka peluang terjadinya tindakan eksesif,” ungkap Mantan Anggota DPR ini.
Sebelumnya, Jimly menyatakan, RUU tidak ada masalah seperti yang ramai menjadi pembahasan publik. Terkait hal-hal seperti Dwifungsi TNI di Orde Baru (Orba) disebutnya cuma salah paham.
“UU TNI hari ini disahkan DPR dalam sidang yang dihadiri wakil pemerintah. Dari segi isinya, UU ini tidak ada masalah seperti yang banyak disalahpahami & dikaitkan dengan dwifungsi TNI seperti Orba,” tulis Jimly di cuitan akun X pribadinya.
Adapun soal ribut-ribut belakangan, Eks Ketua Mahkamah Konstitusi ini melihat itu karena soal waktu dan komunikasi saja.
“Ribut-ribut soal ini cuma tentang cara dan timing pembahasan serta komunikasinya ke publik yang terkesan kurang. Selamat,” tuturnya.
Diketahui, dalam RUU TNI itu ada empat poin perubahan. Pertama, Pasal 3 mengenai kedudukan TNI yang tetap berada di bawah presiden soal pengerahan dan penggunaan kekuatan. Sedangkan strategi pertahanan dan dukungan administrasi yang berkaitan dengan perencanaan strategis berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan.
Kedua, Pasal 7 mengenai operasi militer selain perang (OMSP), yang menambah cakupan tugas pokok TNI dari semula 14 tugas menjadi 16 tugas. Penambahan dua tugas pokok itu meliputi membantu dalam menanggulangi ancaman siber dan membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara, serta kepentingan nasional di luar negeri.
Ketiga, perubahan pada Pasal 47 soal jabatan sipil yang bisa diisi prajurit TNI aktif. Pada undang-undang lama terdapat 10 bidang jabatan sipil yang bisa diisi prajurit TNI aktif, sedangkan dalam RUU tersebut bertambah menjadi 14 bidang jabatan sipil.
Jabatan itu bisa diisi prajurit TNI aktif hanya berdasarkan permintaan kementerian/lembaga dan harus tunduk pada ketentuan dan administrasi yang berlaku. Di luar itu, TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan jika hendak mengisi jabatan sipil.
Perubahan yang terakhir, yakni pada Pasal 53 soal perpanjangan usia pensiun bagi prajurit di seluruh tingkatan pangkat. Batas usia pensiun bintara dan tamtama menjadi 55 tahun, sedangkan perwira sampai pangkat kolonel memiliki batas usia pensiun 58 tahun.
Untuk perwira tinggi, masa dinas diperpanjang, khususnya bagi bintang empat, yakni 63 tahun dan maksimal 65 tahun. Sedangkan dalam undang-undang yang lama, dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok