
Repelita, Jakarta - Roy Suryo menyoroti berbagai fenomena yang tengah ramai diperbincangkan, mulai dari video bisu misterius Fufufafa saat retret di Akmil, kisah wayang Petruk dadi Ratu, legenda Anoman Obong, hingga film klasik Loetoeng Kesaroeng. Menurutnya, ada korelasi kuat antara simbolisme dalam budaya wayang dengan situasi politik dan pemerintahan di Indonesia saat ini.
Dalam rekaman podcast di SentanaTV, Roy Suryo membahas bagaimana figur wayang Petruk dadi Ratu menggambarkan seseorang yang awalnya terlihat lugu dan polos, namun setelah berkuasa justru menampilkan wajah aslinya yang penuh tipu daya dan kesewenang-wenangan. Ia mengaitkannya dengan pemerintahan Jokowi yang menurutnya selama 10 tahun telah melakukan penguasaan di berbagai lini, mulai dari sumber daya manusia hingga ekonomi, demi kepentingan dinasti dan oligarki.
"Sejak dulu sudah saya sampaikan bahwa kisah Petruk dadi Ratu ini sangat relevan. Sosok yang awalnya tampak sederhana, ternyata punya ambisi besar dan mengorbankan banyak hal demi kepentingan pribadi dan keluarganya," ujar Roy Suryo.
Ia juga menyinggung skandal korupsi Pertamina yang baru-baru ini terungkap, terkait dugaan pengoplosan Pertamax sejak 2018 hingga 2023 yang diduga menyebabkan kerugian negara mencapai hampir 1000 triliun rupiah. Menurutnya, kasus ini adalah salah satu bukti nyata dari praktik kecurangan yang dilakukan selama masa pemerintahan Jokowi.
"Ini seperti cerita Anoman Obong, di mana Anoman membakar kerajaan Alengka yang penuh kebohongan dan kejahatan. Bedanya, yang terbakar di sini adalah kepercayaan rakyat terhadap pemerintah yang ternyata telah mengoplos kepentingan mereka sendiri," kata Roy Suryo.
Ia juga menyinggung video bisu Fufufafa yang sempat viral dan dinilainya sebagai upaya pengalihan isu. "Mereka ingin menampilkan citra berbeda, seolah ada kejadian yang dramatis dan emosional, tapi kenyataannya justru lebih banyak yang dipertanyakan daripada dijawab," ujarnya.
Lebih jauh, Roy Suryo membandingkan kondisi ini dengan film Loetoeng Kesaroeng yang dibuat pada tahun 1926. Menurutnya, film tersebut mengajarkan tentang pengorbanan dan kebaikan hati seorang pangeran yang menjelma sebagai lutung untuk menyelamatkan rakyatnya. "Bandingkan dengan kondisi sekarang, di mana justru rakyat yang dikorbankan untuk kepentingan segelintir orang," sindirnya.
Roy Suryo menutup pembahasannya dengan peringatan keras agar masyarakat tidak mudah tertipu oleh pencitraan semu. "Masihkah kita percaya dengan Fufufafa yang 99,9% isi postingannya penuh hate speech, SARA, kampungan, dan hal-hal yang tidak pantas? Jika dibiarkan, Indonesia akan semakin gelap," tegasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok