Repelita Bandung - Kantor Tempo kembali menerima kiriman mencurigakan berupa enam tikus tanpa kepala. Sebelumnya, media tersebut juga menerima paket berisi kepala babi tanpa badan. Kiriman ini diduga berasal dari kelompok teroris yang gemar menggunakan simbol hewan kotor seperti babi dan tikus.
M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan, menyoroti fenomena ini sebagai bentuk ancaman terhadap kebebasan pers. Ia menilai pengirim paket tersebut sebagai "tukang penggal kepala" yang berbahaya dan patut menjadi perhatian BNPT serta Densus 88.
Fadillah juga mengkritik sistem oligarki yang menurutnya telah menguasai Indonesia. "Negara Indonesia dikuasai oleh kaum oligarki, sekelompok orang yang menjadi penentu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem politik oligarki telah menggeser demokrasi, hal ini jelas berseberangan dengan aturan konstitusi bahkan ideologi," tulisnya.
Ia membagi oligarki menjadi dua jenis: oligarki bisnis dan oligarki politik. Oligarki bisnis diisi oleh para taipan yang menguasai sektor penting perekonomian, sementara oligarki politik diisi oleh segelintir politisi yang merasa berkuasa dan dapat mengatur semaunya melalui produk legislasi maupun kebijakan eksekutif.
"Politikus di negeri ini, meski tentu tidak semua, menjadi bagian dari kekuasaan oligarki terutama ketum dan petinggi partai politik yang menjadi koalisi pemerintahan. Koalisi itu membangun oligarki," tulis Fadillah.
Ia menyebut politikus tanpa kepala sebagai simbol politisi yang kehilangan akal sehat dan idealisme. "Politikus tanpa kepala adalah politisi berbadan busuk yang menjadikan legislatif sebagai pengekor kemauan kepala eksekutif, pengawas palsu, serta pejuang kepentingan instansional yang berbalas jasa," ujarnya.
Fadillah menegaskan bahwa kiriman kepala babi, tikus tanpa kepala, atau hewan lainnya hanyalah bukti bahwa pengirimnya adalah "hewan yang gemar memangsa sesama." Ia mengingatkan bahwa politisi sering berperilaku seperti hewan, mengutip pandangan Aristoteles bahwa manusia adalah hewan yang berpolitik (Zoon Politicon).
"Yang omong bisa saja tidak punya kepala, tapi lawan omongnya dipastikan punya kepala. Ndasmu!" pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok