Repelita Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago menilai PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex tidak bertanggung jawab terhadap para pekerjanya. Menurut dia, Sritex seharusnya mampu mengalokasikan anggaran dari anak-anak usahanya untuk menunaikan hak-hak para pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Ini kurang ajar ini perusahaan, dari 11 perusahaan (anak usaha Sritex) itu seharusnya bisa memberikan THR (tunjangan hari raya) kepada pekerja yang ter-PHK. Dari 11 perusahaan yang lain, realokasikan anggarannya. Jangan semua dilimpahkan kepada pemerintah," kata Irma dalam rapat kerja dengan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli di Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.
Irma Suryani Chaniago merupakan Ketua Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem periode 2024-2029. Sebelumnya, dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Kesehatan, Perempuan, dan Anak DPP Partai NasDem.
Irma dikenal sebagai aktivis buruh yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Maritim dan Nelayan Indonesia (SBMNI) serta Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (SBPI). Dia menyelesaikan pendidikan tingginya di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Indonesia, Jakarta, pada 2001.
Pada periode 2014-2019, Irma menjadi anggota Komisi IX DPR RI dari daerah pemilihan Sumatera Selatan II yang membidangi tenaga kerja dan transmigrasi, kependudukan, serta kesehatan. Dia kembali terpilih sebagai anggota DPR RI pada periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) setelah menggantikan Percha Leanpuri yang meninggal dunia pada 19 Agustus 2021.
Di periode ketiga pada 2024-2029, Irma kembali masuk Komisi IX DPR RI dan terus mengabdi di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan.
Selain mengkritik Sritex, Irma juga kerap melontarkan pernyataan kontroversial. Salah satunya terkait mantan penyidik KPK Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK lain yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Mereka tidak boleh merasa paling pantas untuk bisa tetap di KPK. Mereka tidak identik dengan KPK dan sebaliknya. Jangan merasa memiliki institusi ini, karena institusi ini dibiayai negara dan negara punya aturan," ucap Irma dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 25 Juni 2021.
Irma juga menyinggung bahwa saat para pegawai KPK yang tidak lolos TWK direkrut ke lembaga tersebut, prosesnya tidak transparan. "Pada saat KPK dulu merekrut mereka, apakah ada fairness (keadilan)? Apakah ada keterbukaan pada publik? Padahal mereka digaji memakai dana APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara)," katanya.
Selain itu, Irma pernah menyindir pihak yang melaporkan program Kartu Prakerja ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pihak yang panik. Menurutnya, tudingan politik uang dalam program tersebut tidak berdasar karena program itu tidak akan direalisasikan saat momentum kampanye pemilu.
"Kalau dilihat, mereka seperti sudah kehilangan akal untuk menyerang program kerakyatan yang digagas oleh Jokowi-Ma’ruf, sehingga semuanya dikritik. Padahal rakyat senang dengan ide atau gagasan dari program yang ditawarkan pemerintah saat ini," kata Irma di Jakarta, Sabtu, 10 Maret 2019.
Irma juga sempat mengomentari usulan debat capres-cawapres menggunakan bahasa Inggris. Menurutnya, hal itu melanggar undang-undang dan tidak menghargai bahasa persatuan Indonesia.
"Soal penggunaan bahasa di forum resmi harus mengikuti peraturan perundang-undangan," ucap Irma di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 17 September 2018. Dia mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang mengatur bahwa dalam forum-forum resmi, penggunaan bahasa Indonesia adalah wajib. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok