Repelita Jakarta - Politikus senior Akbar Faizal melontarkan kritik pedas setelah DPR RI mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Ia memperingatkan bahwa keputusan ini akan menuai konsekuensi di masa depan.
“Luka dan duka masa lalu ternyata tak berarti bagi kalian. Tunggulah hingga akibat dari keputusanmu memakan anak turunanmu,” ujar Akbar melalui akun X @akbarfaizal68, Kamis (20/3/2025). Ia juga mengingatkan bahwa kekuasaan bersifat sementara, dan keputusan yang diambil hari ini akan menjadi catatan sejarah yang tidak bisa dihapus.
“Kelak saat tak lagi berkuasa, jangan pernah coba berkhotbah tentang kearifan berbangsa. Hari ini kalian menuliskan tentang diri kalian dengan tinta hitam,” lanjutnya. Akbar menutup pernyataannya dengan nada sindiran tajam terhadap mereka yang mendukung revisi UU TNI. “Kalian hanya berpura-pura mencintai negeri ini,” tegasnya.
Sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Rapat dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustopa, dan Adies Kadir. Sejumlah menteri Kabinet Merah Putih juga hadir, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono.
Ketua Panja RUU TNI, Utut Adianto, menyampaikan laporan pembahasan RUU TNI. Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menegaskan bahwa revisi UU TNI mencerminkan komitmen kuat terhadap profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara yang tidak berpolitik dan tidak berbisnis.
“DPR dan pemerintah juga sepakat mempertahankan Pasal 47 ayat 1 yang mewajibkan prajurit aktif TNI yang menduduki jabatan sipil untuk mengundurkan diri atau pensiun. Artinya, aturan ini tetap konsisten melarang dwifungsi TNI,” ujar Hasanuddin.
Menurutnya, kekhawatiran publik mengenai ekspansi militer dalam jabatan sipil tidak beralasan. Justru, revisi UU TNI memperketat aturan dengan melakukan limitasi terhadap instansi yang dapat diisi prajurit aktif. “Penambahan lima institusi dalam Pasal 42 ayat 2 bukanlah bentuk ekspansi, melainkan pembatasan terhadap pos-pos yang dapat diisi prajurit aktif,” imbuhnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok