Repelita Jakarta - Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari 2025 mencatat defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ini menjadi defisit pertama dalam empat tahun terakhir setelah sebelumnya APBN selalu mencatat surplus pada periode yang sama.
Pendapatan negara hingga Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun, dengan komponen terbesar berasal dari pajak sebesar Rp187,8 triliun dan bea cukai Rp52,6 triliun. Sementara itu, belanja negara dalam dua bulan pertama tahun ini telah mencapai Rp348,1 triliun atau 9,6% dari target APBN, dengan rincian pengeluaran pemerintah pusat Rp211,5 triliun dan transfer daerah Rp136,6 triliun.
Defisit APBN ini menunjukkan adanya tekanan terhadap penerimaan negara, terutama akibat turunnya harga komoditas yang sebelumnya menjadi andalan. Beberapa tahun terakhir, Indonesia mendapat keuntungan dari lonjakan harga batu bara, nikel, hingga minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang terdongkrak akibat perang Rusia-Ukraina sejak 2022. Namun, sejak 2023, harga-harga komoditas mulai mengalami normalisasi, berdampak pada penerimaan negara.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran dari berbagai pihak terkait ketergantungan Indonesia terhadap sektor komoditas dalam struktur APBN. Pemerintah kini dihadapkan pada tantangan untuk mencari sumber pendapatan alternatif guna menutup defisit dan menjaga keseimbangan fiskal di tengah dinamika ekonomi global yang terus berubah.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok