Repelita Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan bahwa defisit anggaran negara pada periode Januari-Februari 2025 mencapai Rp 31,3 triliun, atau sekitar 0,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pengumuman ini menjadi sorotan publik, terutama setelah aktivis Nicho Silalahi menilai hal tersebut sebagai sinyal untuk menambah utang.
Nicho melalui unggahan di akun X-nya menyebutkan bahwa kondisi tersebut menunjukkan adanya tekanan dari Bank Dunia dan IMF untuk kembali berutang. "Ketika SPG WORD BANK dan IMF memberikan sinyal agar segera berhutang kembali pada lintah darat," tulis Nicho.
Lebih lanjut, Nicho menanyakan mengenai uang dari sejumlah potensi pendapatan negara yang belum jelas alokasinya. Ia mempertanyakan, "Kemana uang sitaan dari koruptor? Kemana dana pemotongan anggaran di setiap kementerian dan lembaga?"
Nicho juga mengungkit utang yang ditanggung selama masa pemerintahan Presiden ke-7 Jokowi, serta meminta agar seluruh utang tersebut diaudit. "Kapan diaudit seluruh utang yang ditumbulkan rezim @jokowi?" tambahnya.
Dalam konferensi pers mengenai Kinerja dan Fakta APBN yang digelar pada Kamis (13/3), Sri Mulyani menjelaskan bahwa defisit anggaran pada dua bulan pertama tahun 2025 ini menunjukkan angka yang cukup besar. Namun, ia menegaskan bahwa defisit tersebut masih sesuai dengan target desain APBN yang diperkirakan memiliki defisit sebesar 2,53 persen dari PDB atau sekitar Rp 616,2 triliun.
Meskipun defisit ini terlihat signifikan, Sri Mulyani juga membandingkan dengan kinerja APBN di awal tahun sebelumnya, di mana pada Februari 2024 tercatat surplus sebesar Rp 22,8 triliun (setara dengan 0,10 persen PDB).(*)
Editor: 91224 R-ID Elok