Repelita Jakarta - Staf Usus Manhunt Deadly Corebuzzer kemarin mengeluarkan ultimatum kepada pihak yang menggeruduk “rapat aneh” DPR terkait revisi UU TNI. Corebuzzer menyatakan bahwa rapat yang diselenggarakan di hotel mewah itu adalah kegiatan yang konstitusional. Sementara itu, pihak penggeruduk, yang ia sebut “orang tak dikenal”, dilabelinya telah melakukan tindakan kekerasan.
Dalam kapasitasnya sebagai Staf Usus Manhunt, Corebuzzer membuat video ultimatum pendek. Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk membela kepentingan rezim saat ini. Prabowo Subianto, yang menunjuk Corebuzzer sebagai buzzer inti, dianggap memerlukan sosok seperti ini untuk mendukung agenda-agenda kontroversial, termasuk revisi UU TNI.
Revisi UU TNI ini menuai kritik pedas dari publik, terutama setelah pengangkatan Mayor Teddy Bear Jaya menjadi Letkol dan seorang mayor jenderal sebagai Dirut Bulog. Kedua pengangkatan ini dinilai melanggar UU TNI. Untuk mengatasi hal tersebut, Prabowo dikabarkan memerintahkan revisi UU TNI melalui jalur ekspres.
Rapat pembahasan revisi UU TNI pun digelar di sebuah hotel mewah. Meski menuai protes, rapat ini dianggap perlu untuk menciptakan suasana relaks bagi anggota DPR. Namun, rapat mewah ini justru memicu kemarahan publik. Sejumlah warga mendatangi hotel sebagai bentuk protes terhadap sikap wakil rakyat yang dinilai boros dan tidak memprioritaskan kepentingan rakyat.
Deadly Corebuzzer tidak terima dengan protes tersebut. Dengan senyum sinis, ia mengeluarkan peringatan, “Jangan terulang lagi di masa yang akan datang.” Ancaman ini dianggap sebagai upaya untuk menekan rakyat agar tidak mengganggu proses revisi UU TNI.
Corebuzzer juga menyatakan bahwa dwi-fungsi TNI versi Orde Baru sudah lama terkubur. Namun, yang sedang dilakukan saat ini adalah membentuk dwi-fungsi TNI versi 2.0, bukan menghidupkan kembali dwi-fungsi ABRI masa lalu.
Meski rapat di hotel disebut konstitusional, tujuan rapat tersebut justru untuk melegitimasi pengangkatan inkonstitusional prajurit TNI aktif sebagai pejabat pemerintah. Inilah yang ditentang oleh rakyat. Dwi-fungsi TNI versi baru dinilai akan mengulang trauma masa lalu, di mana rezim militer mendominasi kehidupan sipil selama lebih dari 30 tahun.
Netizen pun ramai memberikan tanggapan. Salah satu komentar dari @RakyatBergerak menyatakan, “Revisi UU TNI hanya untuk melindungi kepentingan elite, bukan rakyat.” Sementara @AntiMiliterisme menambahkan, “Dwi-fungsi TNI 2.0 adalah ancaman bagi demokrasi kita.”(*)
Editor: 91224 R-ID Elok