Repelita Bandung - Suasana Masjid Salman ITB pada Sabtu, 8 Maret 2025 malam terasa berbeda. Anies Baswedan hadir membawakan ceramah tarawih. Dalam ceramahnya, Anies tak sekadar menyampaikan pesan keagamaan, tetapi juga menyoroti kondisi demokrasi Indonesia.
Pidato yang kemudian viral di media sosial ini diduga menimbulkan kegelisahan di lingkaran Istana, terutama ketika Anies menekankan pentingnya “pemimpin berintegritas” dan “demokrasi yang tidak dikuasai segelintir elite”.
“Demokrasi bisa mati jika rakyat diam,” ujar Anies dalam ceramahnya. Ia menekankan, masjid bukan sekadar tempat ibadah, melainkan pusat pergerakan sosial dan keadilan.
Ia merujuk pada sejarah Islam yang menempatkan masjid sebagai pusat diskusi dan pengambilan keputusan. Namun, arah pembicaraannya mulai menyentil kondisi demokrasi saat ini.
“Demokrasi tidak akan hancur oleh serangan luar, tapi oleh kerusakan internal ketika rakyat apatis. Jika pemegang kekuasaan lupa bahwa kewenangannya berasal dari rakyat, maka demokrasi layu,” lanjutnya.
Anies juga menyinggung fenomena pemimpin yang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi, serta perlunya meritokrasi dalam kepemimpinan. “Pemimpin harus dipilih karena kompetensi dan integritas, bukan karena garis keturunan atau kedekatan politik.
Lihatlah Umar bin Khattab yang melarang anaknya menjadi pemimpin!” papar Anies.
Beberapa pernyataan Anies dinilai mengandung kritik terselubung terhadap kebijakan pemerintah. Ia menyentil masalah ekonomi dan kesejahteraan rakyat:
“Ketika rakyat antre minyak dan beras, sementara pejabat sibuk proyek fiktif, itu tanda azab sudah di depan mata.” Anies juga menggunakan analogi tajam mengenai respons pemerintah terhadap kritik.
“Air laut hanya perih jika kaki Anda luka. Jangan salahkan air laut, obati lukamu! Jika ada yang tersinggung dengan kritik, mungkin mereka punya luka integritas.” (*)
Editor: 91224 R-ID Elok