Repelita Jakarta - PT Sritex resmi tutup permanen pada 1 Maret 2025, menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap 10.669 karyawan. Keputusan ini menandai berakhirnya perjalanan salah satu raksasa industri tekstil Indonesia yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Krisis keuangan Sritex bermula sejak 2021, ketika perusahaan mengalami kesulitan membayar bunga dan pokok Medium Term Notes (MTN).
Pada Mei 2021, saham Sritex disuspensi, sementara total liabilitas perusahaan terus meningkat, mencapai Rp24,3 triliun per September 2023. Situasi ini diperparah oleh dampak pandemi Covid-19, persaingan ketat di pasar global, serta kondisi geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina yang menghambat ekspor tekstil ke Eropa dan Amerika Serikat.
Puncaknya, pada 21 Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang menetapkan Sritex dan tiga entitas afiliasinya—PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, serta PT Primayudha Mandirijaya—dalam keadaan pailit. Putusan ini diperkuat oleh Mahkamah Agung pada 18 Desember 2024.
Di tengah kebangkrutan ini, sosok Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menjadi sorotan. Iwan Kurniawan Lukminto lahir di Surakarta, Jawa Tengah, pada 22 Januari 1983. Ia merupakan anak keempat dari pendiri Sritex, HM Lukminto.
Berbekal pendidikan di kampus-kampus elite seperti Johnson & Wales University, Northeastern University, dan Boston University, Iwan telah berkecimpung di dunia tekstil selama lebih dari 20 tahun.
Kariernya di Sritex dimulai sebagai Direktur Divisi Garment sebelum akhirnya menjabat sebagai Wakil Direktur Utama pada 2014. Pada 2023, ia diangkat sebagai Direktur Utama, menggantikan kakaknya, Iwan Setiawan Lukminto. Di bawah kepemimpinannya, Sritex menghadapi tekanan finansial yang semakin berat hingga akhirnya dinyatakan pailit.
Selain aktif di bisnis tekstil, Iwan Kurniawan juga terlibat dalam berbagai organisasi. Ia menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Surakarta periode 2018-2023 serta Ketua Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia sejak 2020.
Sementara itu, istrinya, Mira Christina Setiady, menjabat sebagai Direktur Operasional PT Sritex. Mira turut memainkan peran penting dalam operasional perusahaan sebelum akhirnya Sritex resmi menghentikan produksinya.
Perjalanan PT Sritex dimulai pada 1966, didirikan oleh HM Lukminto dan istrinya, Susyana. Setelah Lukminto wafat pada 5 Februari 2014 di Singapura, perusahaan sempat dipimpin oleh anak sulungnya, Iwan Setiawan Lukminto, sebelum akhirnya beralih ke Iwan Kurniawan.
Kini, dengan ditutupnya Sritex, nasib ribuan mantan karyawannya menjadi tanda tanya besar. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok