Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Benarkah Jokowi Bisa Ditangkap ICC Seperti Duterte? Karyudi Sutajah Putra Beri Analisis

Top Post Ad

 Akankah Nasib Jokowi Seperti Duterte: Ditangkap ICC?

Repelita Jakarta - Mahkamah Kejahatan Internasional atau International Criminal Court (ICC) di Den Haag, Belanda, memiliki kewenangan untuk mengadili berbagai jenis kejahatan, mulai dari pembunuhan, penipuan, kejahatan perbankan, kejahatan lingkungan, kejahatan seksual, pencucian uang, hingga korupsi.

Baru-baru ini, ICC menangkap mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte atas dugaan kejahatan kemanusiaan yang terjadi selama masa jabatannya pada 2016-2022. Duterte diketahui menjalankan kebijakan perang terhadap narkoba yang menyebabkan ribuan orang terbunuh tanpa proses pengadilan.

Penangkapan Duterte dilakukan oleh Interpol di bandara Filipina setibanya dari Hong Kong pada Selasa, 11 Maret 2025. Ia kemudian diserahkan kepada ICC di Den Haag. ICC menyatakan bahwa surat perintah penangkapan telah ditindaklanjuti oleh kepolisian Filipina, memungkinkan penangkapan tersebut dilakukan.

Muncul pertanyaan, apakah ICC juga akan menangkap Joko Widodo? Mantan Presiden Indonesia itu pernah dinobatkan oleh Organize Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) sebagai salah satu pemimpin terkorup di dunia. Korupsi sendiri dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan karena dapat menyebabkan kemiskinan massal yang berujung pada kematian.

Jokowi masuk dalam daftar finalis Person of The Year 2024 untuk kategori kejahatan terorganisasi dan korupsi versi OCCRP yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Jika ICC mengadopsi data OCCRP dan menerbitkan red notice ke Interpol, bukan tidak mungkin Jokowi berisiko menghadapi proses hukum internasional.

Namun, menurut Karyudi Sutajah Putra, mantan calon pimpinan KPK 2019-2024, penangkapan Jokowi oleh Interpol tidak akan mudah. Ia mencontohkan kasus Duterte, yang baru bisa ditangkap setelah Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengizinkan penegakan hukum dilakukan. Keputusan itu diambil setelah Marcos Jr. pecah kongsi dengan Wakil Presiden Sara Duterte, putri Rodrigo Duterte.

“Konflik politik internal bisa menjadi faktor kunci. Bongbong Marcos memberikan lampu hijau untuk penangkapan Duterte setelah hubungannya dengan Sara memburuk. Jika ada dinamika serupa di Indonesia, situasi bisa berubah,” kata Karyudi.

Saat ini, Indonesia memiliki kemiripan dengan Filipina dalam konstelasi politiknya. Jika di Filipina, Bongbong Marcos berpasangan dengan Sara Duterte, di Indonesia Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Jokowi terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Baik Duterte maupun Jokowi memiliki latar belakang anak pejabat dan mantan wali kota sebelum naik ke tampuk kekuasaan nasional. Duterte adalah mantan Wali Kota Davao, sedangkan Jokowi adalah mantan Wali Kota Solo. Marcos Jr. adalah anak Ferdinand Marcos Sr., diktator yang berkuasa selama 26 tahun, sementara Prabowo adalah mantan menantu Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun.

Karyudi menilai, selama hubungan Gibran dan Prabowo tetap harmonis, kemungkinan Interpol menindaklanjuti permintaan ICC untuk menangkap Jokowi sangat kecil. Namun, jika keduanya pecah kongsi di masa depan, situasinya bisa berbeda.

“Jika Gibran dan Prabowo tetap solid, kecil kemungkinan ada tindakan hukum terhadap Jokowi. Tetapi, jika terjadi perpecahan, bisa saja ada perubahan sikap politik yang berujung pada langkah hukum yang tidak terduga,” ungkap Karyudi.

Sementara itu, di tingkat nasional, KPK dinilai tidak akan bertindak terhadap Jokowi. Laporan masyarakat terkait dugaan korupsi yang melibatkan Jokowi dan keluarganya justru sering kali tidak ditindaklanjuti. Alih-alih melakukan penyelidikan, KPK justru meminta pelapor untuk membuktikan sendiri tuduhannya.

“Seharusnya KPK yang melakukan pembuktian, bukan masyarakat. Tugas masyarakat hanya melaporkan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya,” tambah Karyudi.

Selain KPK, Polri dan Kejaksaan Agung juga dinilai tidak akan mengambil langkah hukum terhadap Jokowi. Kapolri dan Jaksa Agung merupakan pejabat yang diangkat oleh presiden, dan saat ini Prabowo terus menunjukkan kedekatan dengan Jokowi.

“Prabowo merasa berutang budi dalam Pilpres 2024, sehingga masih menjalin hubungan baik dengan Jokowi. Jika melihat bagaimana Prabowo masih memuji-muji Jokowi di berbagai kesempatan, tampaknya sulit membayangkan adanya tindakan hukum terhadap mantan presiden tersebut,” ujar Karyudi.

Untuk saat ini, harapan agar Jokowi mengalami nasib serupa dengan Duterte masih sangat jauh. Namun, dalam politik, segala kemungkinan tetap bisa terjadi, terutama jika hubungan Gibran dan Prabowo mengalami perpecahan di masa depan. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Below Post Ad


Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved