Repelita Jakarta - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) membentuk Tim Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 sebagai bagian dari upaya menekan emisi gas rumah kaca (GRK). Namun, langkah ini menuai kritik setelah Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, yang juga Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI), memasukkan 11 kader PSI ke dalam tim elit tersebut.
Tak hanya itu, para kader PSI yang direkrut ke dalam struktur Tim FOLU Net Sink 2030 juga menerima honor besar, meskipun tugas dan fungsi mereka dinilai belum jelas. Kondisi ini dinilai bertentangan dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengutamakan efisiensi anggaran di seluruh kementerian dan lembaga negara.
Informasi mengenai keberadaan kader PSI dalam tim ini pertama kali mencuat di media sosial X. Akun @Anak_Ogi mengunggah salinan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32/2025 yang merupakan perubahan dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 234/2024 tentang Struktur Organisasi Operation Management Office Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
Dalam keputusan tersebut, terdapat 11 nama yang diduga kuat sebagai kader PSI yang kini masuk dalam struktur tim. Mereka adalah Andy Budiman sebagai Dewan Penasehat, Kokok Dirgantoro sebagai anggota bidang Pengelolaan Hutan Lestari, serta Endika Fitra Wijaya sebagai Staf Kesekretariatan bidang Pengelolaan Hutan Lestari.
Selain itu, Sigit Widodo menjabat anggota bidang Peningkatan Cadangan Karbon, Rama Hadi Prasetya sebagai Staf Kesekretariatan Peningkatan Cadangan Karbon, serta Furgan Amini Chaniago sebagai anggota bidang Konservasi. Nama lainnya adalah Nandya Maharani Irawan sebagai Staf Kesekretariatan bidang Konservasi, Andi Syaiful Oeding dan Yus Ariyanto sebagai anggota bidang Pengelolaan Ekosistem Gambut, serta Nurtanti dan Suci Mayang Sari sebagai anggota bidang Penegakan Hukum dan Peningkatan Kapasitas.
Sementara itu, Raja Juli Antoni sendiri memegang jabatan tertinggi dalam struktur tim ini sebagai Penanggung Jawab atau Pengarah Tim FOLU Net Sink 2030.
Besaran honor yang diterima tim ini juga menuai perhatian publik. Penanggung Jawab atau Pengarah menerima honor sebesar Rp50 juta per bulan, sedangkan anggota mendapat Rp20 juta per bulan dan staf kesekretariatan Rp8 juta per bulan.
Kebijakan ini pun menuai kritik lantaran anggaran negara yang digunakan untuk menggaji tim ini dinilai perlu memiliki dasar hukum yang lebih kuat, seperti Keputusan Presiden (Keppres) atau Instruksi Presiden (Inpres).
Di tengah banyaknya pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), kebijakan ini dianggap sebagai bentuk bagi-bagi jabatan di lingkungan Kemenhut. Kritik pun bermunculan di media sosial.
“Enak banget ya jadi kader PSI, enggak perlu susah-susah cari kerja, tinggal masuk tim elit dapat gaji besar,” tulis seorang netizen.
“Honor ratusan juta ini pakai uang rakyat kan? Kok kader partai malah diutamakan?” ujar yang lain.
Keputusan Raja Juli Antoni ini pun terus menuai polemik di tengah desakan efisiensi anggaran yang ditekankan oleh Presiden Prabowo Subianto. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok