Repelita, Makassar - Sengketa lahan di Jl AP Pettarani, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, Makassar, masih berlanjut meskipun eksekusi telah dilakukan pada Kamis (13/2/2025).
Muh Djundi, salah satu pihak yang merasa dirugikan, menyatakan akan mengajukan gugatan baru terhadap objek yang turut masuk dalam eksekusi. Djundi mengklaim bahwa dirinya memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas sebagian lahan yang ikut dieksekusi.
Ia merasa keputusan pengadilan yang memenangkan gugatan Andi Baso Matutu tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang ia miliki. “Kami akan melakukan gugatan awal, karena saya sudah PK 2,” ujar Muh Djundi saat ditemui di lokasi, Kamis malam.
Menurutnya, lahan yang diklaim oleh penggugat Andi Baso Matutu sebenarnya berasal dari warisan keluarganya yang diperoleh melalui lelang pemerintah pada masa kolonial. “Waktu tahun 1938, kakek saya beli dari lelang Belanda. Panjang 269 meter, lebar 225 meter. Ini ada keterangan jual beli,” kata Djundi sambil menunjukkan dokumen yang disebutnya sebagai bukti.
Ia juga menyebut bahwa ada pembelian lain yang dilakukan keluarganya pada 1957, yang kemudian menjadi dasar penerbitan sertifikat induk pada 1982. “Setelah tahun 1984, sertifikat induk itu dipecah menjadi lima sertifikat. Kemudian, salah satunya, yakni sertifikat 629, juga dipecah menjadi empat bagian, termasuk ruko-ruko yang sekarang dieksekusi,” jelasnya.
Djundi mengaku kecewa dengan putusan pengadilan yang menerima gugatan Andi Baso Matutu. Ia mempertanyakan validitas dokumen yang digunakan dalam gugatan tersebut. “Yang kami sayangkan sebenarnya adalah keputusan hakim. Fotokopi rincik ini yang dia pakai, si penggugat. Kok bisa dipertimbangkan, padahal ini fotokopi dan tidak terdaftar di Lurah dan Camat,” ungkapnya.
Selain itu, ia membantah klaim kuasa hukum Andi Baso Matutu yang menyebut bahwa SHM miliknya telah dibatalkan. “Itu bukan dibatalkan, karena di induk tidak dipecah habis. Jadi mereka berbohong. Silakan tanya BPN, apakah induk ini pernah dibatalkan,” tegasnya.
Djundi juga menyoroti 12 bukti yang ia ajukan tetapi tidak dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim. “Inikan ada bukti jual beli dari kakek saya, tapi majelis hakim tidak memasukkannya dalam putusan. Ada 12 bukti, termasuk akta jual beli yang sangat penting, tapi tidak dijadikan pertimbangan,” bebernya.
Dengan berbagai keberatan tersebut, Djundi memastikan bahwa ia akan kembali mengajukan gugatan terhadap lahan seluas 3.855 meter persegi yang ia klaim sebagai miliknya. Ia berharap proses hukum kali ini dapat mempertimbangkan seluruh bukti yang ia miliki.
Sebelumnya diberitakan, eksekusi lahan yang melibatkan sembilan ruko dan satu gedung di Jalan AP Pettarani, Makassar, Sulawesi Selatan, berlangsung ricuh pada Kamis (13/2/2025). Kericuhan terjadi saat penghuni menolak pengosongan dan pembongkaran bangunan yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
Sejumlah penghuni yang masih bertahan di lokasi histeris saat alat berat mulai merobohkan bangunan. Mereka berupaya menghalangi proses eksekusi dengan berteriak dan menangis karena masih banyak barang yang belum dikeluarkan.
Ahli waris lahan, Muh Ali Pamat Yusuf, meluapkan emosinya terhadap putusan pengadilan yang dinilainya tidak adil. Ia menuding majelis hakim mengabaikan berbagai bukti yang telah diajukan selama persidangan. “Selama 12 kali sidang, kami menghadirkan banyak bukti, termasuk putusan Komisi Yudisial (KY). Tapi kenapa tidak dipertimbangkan? Kenapa hanya pihak Baso Matutu yang dibenarkan?,” ujar Muh Ali dengan nada kecewa.
Ia menegaskan bahwa keluarganya telah menguasai lahan tersebut selama 84 tahun dan secara rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Menurutnya, pemohon eksekusi, Andi Baso Matutu, tidak pernah menguasai lahan tersebut sebelumnya. “Kami sudah menempati lahan ini selama 84 tahun, rutin bayar PBB dan IMB. Sementara pihak yang memenangkan eksekusi tidak pernah menguasai lahan ini sama sekali,” katanya.
Muh Ali juga menyoroti dugaan ketidakadilan dalam proses peradilan, termasuk hilangnya sejumlah barang bukti. “Bukti-bukti yang kami ajukan, termasuk yang menyatakan bahwa ada pemalsuan dokumen, seharusnya menjadi pertimbangan hukum. Tapi mengapa semua itu diabaikan?,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan bahwa berbagai surat telah dikirimkan ke Presiden, Wakil Presiden, serta sejumlah lembaga pemerintahan terkait, namun hingga kini belum ada respons. “Semua sudah kami laporkan, mulai dari Presiden, Wakil Presiden, BPN, pengadilan, kepolisian, tapi tidak ada tanggapan,” tegasnya.
Sementara itu, PN Makassar menegaskan bahwa eksekusi lahan ini telah dilakukan sesuai prosedur berdasarkan putusan hukum yang berkekuatan tetap. Panitera PN Makassar, Sapta Putra, memastikan bahwa seluruh tahapan telah dijalankan sesuai aturan. “Eksekusi ini merupakan pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Semua pihak telah diberikan kesempatan untuk menempuh jalur hukum sebelumnya,” jelas Sapta.
Ia juga menyebutkan bahwa pihak pengadilan sudah memberikan pemberitahuan kepada penghuni lahan agar mengosongkan lokasi secara sukarela sebelum eksekusi dilakukan. Namun, dalam pelaksanaannya, terjadi perlawanan dari sejumlah penghuni dan massa pendukung mereka. Aparat kepolisian yang diterjunkan untuk mengamankan jalannya eksekusi harus berupaya keras meredam situasi.
“Kericuhan sempat terjadi, tapi kami tetap menjalankan tugas sesuai prosedur dengan pengamanan ketat,” ujar Sapta.
Kabag OPS Polrestabes Makassar AKBP Darminto yang memimpin pengamanan mengatakan, dalam proses eksekusi wajar jika ada aksi seperti itu. “(Lempar-lempar batu) Ya wajar, namanya mempertahankan. Ya wajar, lempar-lemparan,” ujar Darminto kepada awak media.
Dikatakan Darminto, massa aksi yang mencoba mempertahankan lahan tersebut terus berupaya memprovokasi petugas yang berjaga. “Lempar batu sama petugas, bakar ban, kami sudah haimbau, kami lakukan dorong, kami semprot dengan air, aman, sudah mundur, selesai,” ucapnya.
Untuk menghalau massa aksi, Darminto menyebut bahwa pihaknya menurunkan sedikitnya seribu lebih personel gabungan. Ia pun tidak menampik bahwa pihaknya mengamankan massa aksi yang mencoba menghalangi proses jalannya eksekusi lahan. “Ada dua diamankan. Karena dia menghalang-halangi jalannya eksekusi,” tandasnya.
Beruntungnya, kata Darminto, meskipun ada aksi lempar batu tetapi sejauh ini tidak ada korban luka. “Alhamdulillah tidak ada korban, karena kita langkah persuasif, alhamdulillah kita lihat sendiri berjalan dengan lancar,” kuncinya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok