Repelita Jakarta - Aktivis media sosial Permadi Arya, atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Janda, meluapkan kemarahannya terkait kasus pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax yang menyebabkan kerugian negara hingga mencapai Rp 193,7 triliun. Abu Janda mengaku baru benar-benar memahami cara kerja mafia migas dalam praktik-praktik kotor yang merugikan negara.
"Dulu gua sering denger istilah mafia migas, tapi sekarang baru sadar gimana cara kerja mereka," ujar Abu Janda, yang dikutip pada Jumat (28/2/2025).
Menurutnya, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, bersama kelompok mafia migas sengaja menurunkan produksi dalam negeri untuk membuka celah impor bahan bakar dari luar negeri yang, menurut Abu Janda, lebih mudah dimanipulasi harganya.
"Emang jahat, biadab tuh orang-orang. Lo bayangin, Dirut Pertamina Patra Niaga yang kemarin ditangkap itu sengaja nurunin produksi Pertamina supaya geng mafia migas mereka bisa impor dari luar negeri. Kenapa lebih memilih impor? Karena lebih gampang dimark up harganya," cetusnya dengan geram.
Abu Janda juga menjelaskan skema dugaan permainan harga yang dilakukan oleh mafia migas ini. Ia menyebutkan bahwa mereka mengimpor RON 90 setara dengan Pertalite dengan harga yang sudah dimark-up. "Di situ negara udah rugi. Lalu sampai sini, itu pertalite diblend lagi jadi Pertamax," bebernya. "Jadi ketika lo ke pom bensin dan pertalite sering abis, itu karena udah disulap jadi Pertamax," tambahnya.
Menurutnya, praktik ini merugikan negara dan rakyat kecil, sementara mafia migas mendapatkan keuntungan hingga ratusan triliun rupiah per tahun. "Jadi udah negara dibikin rugi, rakyat kecil juga dibikin rugi. Semua dibikin rugi kecuali geng mafia migas mereka yang untung ratusan triliun tiap tahun," katanya dengan nada geram.
Abu Janda pun memberikan apresiasi kepada Kejaksaan Agung yang telah menangkap para pelaku dalam skandal ini dan berharap agar para tersangka dihukum dengan berat. "Biadab mereka, bravo Kejaksaan udah tangkap mereka. Ini orang-orang layak dihukum mati, Pak! Keterlaluan, moga-moga hakim di pengadilan gak masuk angin," tegasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap skandal korupsi dalam ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina. Salah satu modus yang dilakukan adalah memanipulasi bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 menjadi RON 92 sebelum dipasarkan, yang menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa pengadaan BBM ini dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga. Namun dalam praktiknya, perusahaan tersebut membeli BBM dengan kualitas lebih rendah (RON 90), lalu menjualnya sebagai RON 92 dengan harga yang lebih tinggi.
Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini, di antaranya adalah Riva Siahaan (Dirut PT Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International), serta Yoki Firnandi (Dirut PT Pertamina Shipping). Selain itu, ada juga beberapa tersangka dari sektor swasta, termasuk Muhammad Kerry Andrianto Riza, putra dari pengusaha migas Mohammad Riza Chalid.
Modus manipulasi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kualitas BBM yang digunakan masyarakat. Kejagung memastikan akan terus mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok