Repelita Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang sejak awal menuai perdebatan di masyarakat dinilai melanggar konstitusi dan hukum karena membebani rakyat dengan bunga utang yang terus membengkak.
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan menilai proyek ini memiliki banyak pelanggaran sejak awal. Ia menyebut trayek yang awalnya direncanakan untuk Jakarta-Surabaya tiba-tiba berubah menjadi Jakarta-Bandung dengan proses tender yang tidak transparan dan bunga pinjaman yang besar.
"Bagaimana dengan pelanggaran yang sudah jelas tapi tidak diusut tuntas? Misalnya, kereta cepat Jakarta-Bandung yang jelas-jelas melanggar aturan. Bunga yang harus dibayar besar karena 75 persen proyek ini dibiayai dengan pinjaman," kata Anthony dalam sebuah diskusi publik yang dikutip pada Sabtu.
Menurut Anthony, pendapatan dari KCJB tidak akan mampu menutup utang yang harus dibayar. Ia memaparkan bahwa selama 10 tahun ke depan, bunga utang yang harus dibayar mencapai Rp1,9 triliun per tahun.
"Pendapatan tahun 2024 diperkirakan dari 6 juta penumpang dengan tarif rata-rata Rp250 ribu. Itu baru Rp1,5 triliun dan belum dipotong biaya operasional serta lainnya. Bayar bunga saja tidak cukup," jelasnya.
Anthony juga menyoroti bahwa proyek yang seharusnya bersifat business to business (B to B) berpotensi menjadi beban negara.
"Yang tadinya B to B lalu diubah menjadi tanggungan APBN. Kalau tak bisa dibayar, negara yang harus menanggung. Ini pelanggaran serius, tidak profesional, dan tidak transparan," pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok