Jokowi Wacanakan Partai Baru, Ancaman bagi PDIP?

Top Post Ad

 

Repelita Jakarta - Presiden ke-7 RI Joko Widodo mewacanakan pembentukan partai baru sebagai kendaraan politiknya setelah tidak lagi berkuasa. Partai itu disebutnya sebagai Partai Super Tbk, yang dikonsep layaknya perusahaan terbuka.

"Masih dihitung, masih dikalkulasi. Belum tentu juga direalisasikan. Inginnya sih partai politik itu nanti bisa dimiliki oleh seluruh anggotanya. Tapi semua masih dalam pematangan," ujar Jokowi dalam wawancara dengan Najwa Shihab di kanal YouTube Najwa Shihab.

Pengamat politik Universitas Mulawarman, Budiman, menilai bila pembentukan parpol baru itu terwujud, figur Jokowi akan semakin menggerus konstituen PDI Perjuangan. Menurutnya, partai baru Jokowi kemungkinan akan menyasar segmen pemilih yang beririsan dengan PDIP, yaitu berideologi nasionalis dan berbasis dukungan pemilih Jawa.

"Partai besutan Jokowi potensial menggerus suara PDIP. Konstituen Jokowi masih beririsan dengan basis pemilih PDIP. Secara karakter dan belum lagi masih dari satu rahim dengan PDIP. Tentu akan menggerus segmen pemilih PDIP," ujarnya.

Baca Juga

• Tangis Sesal Rieke dan Oneng, Mat Solar Keburu Meninggal Sebelum Sengketa Lahan Beres: “Aku Nggak Ikhlas”
• Deadly Corebuzzer: Ultimatum dan Kontroversi Revisi UU TNI
• OPA dan OMA Prabowo Sukses, Proyek PIK 2 Tetap Berjalan Meski Kontroversial
• Penerimaan Pajak Anjlok 30%, Wajib Pajak Dijadikan Kambing Hitam oleh Kemenkeu

"Basis konstituennya pendukung Jokowi sama-sama wong cilik dan Jawa yang selama ini menjadi basis pemilih PDIP. Di Pilkada Jateng lalu, sangat jelas adu pengaruh Jokowi dengan Mega. Pertandingan politik itu dimenangkan Jokowi," tambahnya.

Meski demikian, Budiman meragukan partai bentukan Jokowi akan menjadi partai yang benar-benar terbuka. Menurutnya, Jokowi kemungkinan besar juga akan membangun dinasti politik dalam partai itu, menjadikannya sebagai kendaraan politik bagi Gibran Rakabuming Raka.

"Mayoritas partai di Indonesia mengandalkan figur seorang tokoh sebagai perekat, bukan pada ideologi. Di satu sisi, partai berbasis tokoh bisa lebih solid menyatukan kader, tapi di sisi lain lemah dalam regenerasi kepemimpinan karena sirkulasi elite partai cenderung berkutat pada keluarga," jelasnya.

"Figur partai yang kuat bisa membuat politikus berpindah karena melihat partai lain yang dianggap lebih bisa membuka karier politik yang lebih pasti," tutup Budiman.(*).

Editor: 91224 R-ID Elok