Repelita Jakarta - Nama Riva Siahaan, Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga yang terseret kasus korupsi Rp193,7 triliun, tengah menjadi sorotan publik. Selain skandal tersebut, netizen juga penasaran dengan besaran gajinya.
Meski memiliki kekayaan Rp18,9 miliar berdasarkan LHKPN, Riva bersama tujuh rekannya tetap nekat mengoplos Pertalite menjadi Pertamax demi keuntungan besar. Harta Riva mencakup properti senilai Rp7,7 miliar serta kendaraan mewah Rp2,9 miliar.
Mantan Komisaris Utama (Komut) Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pernah mengungkap dalam wawancara di Narasi TV pada 4 Juli 2024 lalu bahwa gaji Dirut Pertamina bisa mencapai Rp500 juta per bulan, tiga kali lipat dari gaji Komut yang berkisar Rp180 juta.
"Dirut bisa sampai Rp500 juta (sebulan), (Komut) Rp180 juta, kalau itu kan ada untung, 1 sampai 30 persen, dibagi sama pegawai semua," kata Ahok dalam wawancaranya di Narasi TV.
Ahok sendiri pernah ditawari Jokowi untuk menjadi Dirut Pertamina pada 2023, namun ia menolak meski gajinya besar. Baginya, jabatan tersebut menyita terlalu banyak waktu. Pada Mei 2024, Ahok pun resmi mundur dari posisi Komut Pertamina.
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir telah menetapkan aturan gaji direksi BUMN melalui Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-12/MBU/11/2020, menyesuaikan dengan tanggung jawab dan kinerja mereka.
Laporan keuangan Pertamina 2023 mengungkap bahwa perusahaan mengalokasikan kompensasi besar bagi jajaran direksinya. Dengan enam orang direksi, masing-masing diperkirakan menerima Rp57,3 miliar per tahun, atau sekitar Rp4,7 miliar per bulan.
Gaji tersebut mencakup berbagai komponen, seperti gaji pokok, tunjangan hari raya (THR), tunjangan perumahan, asuransi purna jabatan, serta insentif dan tunjangan kinerja.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap skandal korupsi dalam ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina. Salah satu modus yang dilakukan adalah memanipulasi bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 menjadi RON 92 sebelum dipasarkan, menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp193,7 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa pengadaan BBM ini dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga. Namun, dalam praktiknya, perusahaan tersebut membeli BBM dengan kualitas lebih rendah (RON 90), lalu menjualnya seolah-olah sebagai RON 92 dengan harga yang lebih tinggi.
Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Di antaranya adalah Riva Siahaan (Dirut PT Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International), serta Yoki Firnandi (Dirut PT Pertamina Shipping).
Selain itu, ada juga beberapa tersangka dari sektor swasta, termasuk Muhammad Kerry Andrianto Riza, putra dari pengusaha migas Mohammad Riza Chalid.
Modus manipulasi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kualitas BBM yang digunakan masyarakat. Kejagung memastikan akan terus mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok