Repelita Jakarta - Dugaan korupsi impor BBM RON 90 oleh PT Pertamina Patra Niaga menjadi skandal korupsi terbesar kedua di lingkup BUMN setelah korupsi PT Timah. Kerugian negara akibat korupsi PT Timah tercatat sebesar Rp300 triliun, sementara korupsi impor BBM Pertalite diperkirakan merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak hanya mengungkap dugaan korupsi impor BBM RON 90, tetapi juga menyentak publik dengan penemuan tindakan manipulatif berupa pengoplosan BBM RON 90 atau Pertalite menjadi RON 92 atau Pertamax. Selain itu, Kejagung juga mengungkap adanya dugaan mark up atau penggelembungan harga yang berujung pada mahalnya harga BBM yang dijual ke masyarakat.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengungkapkan bahwa tersangka Riva Siahaan, yang merupakan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, diduga melakukan penyelewengan dalam pembelian. Ia memanipulasi pembelian seolah-olah jenis RON 92 (Pertamax), padahal yang dibeli sebenarnya adalah RON 90 (Pertalite). Produk tersebut kemudian dioplos di storage atau depo untuk menjadi RON 92, tindakan yang dilarang oleh peraturan yang berlaku.
Kejagung juga menemukan dugaan markup kontrak pengiriman oleh tersangka YF dalam proses impor minyak mentah dan produk kilang. Negara dilaporkan mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen secara melawan hukum, yang menguntungkan tersangka MKAR dalam transaksi tersebut.
Perbuatan ketujuh tersangka dugaan korupsi impor BBM ini mengakibatkan harga BBM yang dijual kepada masyarakat menjadi mahal, yang pada gilirannya menjadi dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN. Sederet perbuatan melawan hukum ini menyebabkan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.
Menyikapi dugaan korupsi ini, PT Pertamina (Persero) menyatakan menghormati Kejaksaan Agung dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. "Pertamina siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah," ujar VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, dalam keterangan resmi.
Fadjar menegaskan bahwa Pertamina Grup menjalankan bisnis dengan berpegang pada komitmen transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) serta peraturan yang berlaku. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok