Repelita, Tangerang - Pegiat media sosial Jhon Sitorus kembali mengeluarkan pernyataan tajam terkait kasus pagar laut di Tangerang yang sebelumnya dikaitkan dengan dugaan pelanggaran HAM. Kali ini, ia menyoroti potensi tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut.
"Seperti dugaan saya, pagar Laut Tangerang akhirnya akan menjurus ke tindak pidana korupsi," ujar Jhon di X @JhonSitorus_18 (14/2/2025).
Jhon menyatakan bahwa kasus ini berpotensi besar mengarah pada dugaan suap dan korupsi.
"Korps Tipikor Polri ini baru dibentuk tahun lalu, ini adalah momentum terbaik untuk membuktikan sejauh mana Polri bisa kerja independen tanpa didikte kepentingan politik," ucapnya.
Ia menyoroti pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah yang seharusnya terlarang, yang menurutnya tidak mungkin terjadi tanpa adanya permainan uang.
"Logika umum yang berjalan adalah, tidak mungkin HGB diberikan di wilayah terlarang tanpa ada suap dan korupsi," Jhon menuturkan.
Jhon menduga, kasus pagar laut ini tidak hanya melibatkan Kepala Desa Kohod yang telah menjadi sorotan.
"Sangat gampang untuk mencari siapa bohirnya, siapa yang menyuap, siapa yang disuap. Saya menduga, kasus sebesar ini tidak hanya melibatkan kepala desa Kohod saja," terangnya.
Ia meyakini ada pihak lain dengan kekuasaan lebih besar yang berada di balik proyek tersebut.
"Kepala Desa Kohod hanya kaki tangan kekuasaan besar," tandasnya.
Jhon bilang, jika hanya Kepala Desa Kohod yang dijadikan tersangka, maka investigasi yang dilakukan belum menyentuh aktor utama di balik kasus ini.
"Kalau pada akhirnya hanya kepala desa Kohod saja yang ditangkap, lebih baik serahkan urusan ini ke nenek saya saja," kuncinya.
Terpisah, Politikus PDIP, Ferdinand Hutahean, menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2) yang diungkap oleh Said Didu dan Abraham Samad.
Ferdinand menilai bahwa Komnas HAM dan Kementerian Hukum dan HAM seharusnya sudah turun langsung ke lokasi untuk memastikan kebenaran laporan tersebut.
"Turun melihat apakah ada pelanggaran HAM atau tidak," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Jumat (14/2/2025).
Ia blak-blakan menyayangkan karena sejauh ini Komnas HAM maupun Kementerian HAM belum berbuat apa-apa meskipun telah ramai jadi perbincangan.
"Sampai sekarang kita tidak melihat Komnas HAM turun, tidak melihat Kementerian HAM juga turun," sebutnya.
Ia mendukung langkah yang dilakukan oleh Said Didu dan Abraham Samad dalam mengungkap dugaan pelanggaran HAM tersebut.
"Jadi apa yang dilakukan saudara Said Didu dan pak Abraham Samad, saya pikir itu penting," ucapnya.
Menurutnya, laporan yang disampaikan harus ditindaklanjuti oleh aparat berwenang dan tidak dibiarkan begitu saja.
"Laporan tersebut harus ditindaklanjuti oleh aparat, jangan berdiam diri lah," cetusnya.
Kata Ferdinand, warga setempat tidak pernah mengganggu proses pembangunan. Justru kenyamanan mereka dalam bertahan hidup yang terusik.
"Jadi memang kita tidak menghambat pembangunan, sama sekali tidak. Silakan PIK berjalan, tapi ikuti aturan dan ketentuan. Jangan ada penindasan apalagi pelanggaran terhadap HAM masyarakat di sana," imbuhnya.
Ferdinand juga menyinggung kasus serupa di Rempang, yang hingga kini belum mendapatkan kejelasan dari pemerintah.
"Jangan rakyat dibiarkan, tapi memang bangsa kita sudah tidak perduli dengan HAM yah karena di Rempang juga begitu, tidak ada kejelasan," tandasnya.
Ia menilai bahwa bangsa ini semakin tidak peduli terhadap HAM jika kasus-kasus seperti ini terus diabaikan.
"Kalau saya pribadi menyatakan, silakan PIK berjalan, tapi jangan melanggar hak-hak masyarakat lokal di sana," Ferdinand menuturkan.
Ferdinand kemudian mengingatkan pengusaha untuk tidak bertindak egois dan tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal.
"Ini kan hanya memadukan kepentingan masyarakat dan kepentingan pengusaha. Itu bisa dilakukan, makanya pengusaha jangan egois dong, apalagi sampai menabrak HAM," tandasnya.
Ferdinand bilang, jika hak-hak masyarakat setempat tetap diabaikan, maka tidak menutup kemungkinan terjadi gelombang pemberontakan terhadap mereka yang dianggap menganggu.
"Lama-lama nanti masyarakat marah, baru mereka tahu akibatnya," kuncinya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok