Repelita Jakarta - Staf Khusus Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Rudi Susanto yang lebih dikenal dengan nama Rudi Valinka di media sosial, kini menjadi sorotan publik.
Itu setelah dia diduga menyebarkan informasi yang tidak akurat atau hoaks terkait Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal ini bermula ketika seorang pengguna X @LaiElfrid mempertanyakan dasar hukum yang mewajibkan kepala daerah mengikuti retreat yang diadakan pemerintah pusat.
Rudi Valinka kemudian merespons dengan mengunggah tangkapan layar Pasal 164 ayat (1) dari UU tersebut. Namun, unggahan itu segera mendapat cap "HOAX", menandakan bahwa dokumen yang dibagikan tidak sesuai dengan versi resmi yang tercatat di lembaran negara.
Kesalahan Rudi Valinka ini langsung menuai gelombang kritik dari netizen. Sejumlah pengguna X menudingnya sebagai bagian dari pemerintah yang menyebarkan hoaks.
"Tukang hoax masuk pemerintahan gitu tuh wk," tulis akun @spacepiquant.
Sementara itu, @LaiElfrid terus menekan Rudi dengan mempertanyakan di mana aturan yang mewajibkan kepala daerah ikut retreat.
Unggahan tersebut menjadi viral dan menuai ribuan interaksi dari warganet yang meragukan kredibilitas stafsus tersebut.
Seiring dengan ramainya perbincangan ini, netizen juga menggali kembali cuitan lama akun resmi Partai Gerindra yang diposting pada tahun 2017.
"Hoax terbaik adalah versi penguasa. Peralatan mereka lengkap: statistik, intelijen, editor, panggung, media, dll," tertulis dalam unggahan Gerindra yang kembali beredar setelah diunggah ulang oleh akun @MurtadhaOne1.
"Jadi benar apa kata admin Gerindra dulu, kalau hoax terbaik adalah versi pemerintah," tulisnya dalam unggahan yang juga menampilkan mahasiswa membawa spanduk dengan kutipan tersebut.
Sementara itu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengeluarkan instruksi tegas kepada seluruh kadernya melalui surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang diterbitkan pada Kamis.
Instruksi ini berisi arahan strategis dalam menyikapi dinamika politik nasional yang semakin memanas.
Dalam surat tersebut, Megawati memerintahkan dua hal utama. Pertama, seluruh kader yang menjabat sebagai kepala daerah maupun wakil kepala daerah dari PDIP diminta untuk tidak menghadiri retreat di Magelang bersama Presiden Prabowo Subianto. Kedua, kader diinstruksikan untuk tetap siaga dan mengaktifkan alat komunikasi guna menunggu arahan lebih lanjut dari DPP.
Instruksi ini dinilai sebagai langkah politik yang semakin memperjelas posisi PDIP dalam menghadapi pemerintahan Prabowo.
Guru Besar Universitas Airlangga sekaligus pengamat politik, Prof. Henri Subiakto, menilai bahwa keputusan Megawati menunjukkan sikap keras partai terbesar di Indonesia dalam menghadapi kekuasaan yang dianggap semakin otoriter.
"Ini tanda politik yang keras dari partai terbesar Indonesia yang berpengalaman dalam perjuangan melawan kekuasaan tirani," ujar Henri di X @henrysubiakto.
Sikap tegas ini juga dinilai sebagai sinyal bahwa PDIP tengah bersiap mengambil langkah politik lebih besar di tengah situasi nasional yang kian memanas.
"Posisi politik PDIP menjadi makin jelas menghadapi situasi negeri ini," kuncinya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok