Repelita Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengungkapkan kembali bagaimana partainya hampir mengalami kudeta pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam pidatonya di Kongres ke-VI Partai Demokrat yang berlangsung di Sentul, Jawa Barat, AHY menegaskan bahwa ada pihak eksternal yang berusaha mengambil alih kepemimpinan partai.
Pernyataan AHY ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk pengamat politik Rocky Gerung. Ia menilai bahwa keberanian AHY dalam menyampaikan fakta tersebut di hadapan Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden terpilih, menunjukkan sikap politik yang tegas dan berintegritas.
Rocky Gerung menyoroti bagaimana pidato AHY menjadi penyeimbang narasi politik yang selama ini berkembang. Dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, ia menyebut bahwa AHY berani mengungkap bagaimana Partai Demokrat hampir "dirampok" oleh pihak yang tidak memiliki basis partai, tetapi memiliki kedekatan dengan kekuasaan.
"AHY mengingatkan bahwa partainya pernah hampir dirampok di era Jokowi oleh seseorang yang bukan pemilik partai," ujar Rocky, dikutip AyoIndonesia.com pada Rabu, 26 Februari 2025. "Ini jelas mengarah pada Moeldoko yang sempat mencoba mengambil alih Partai Demokrat pada 2021," sambungnya. Upaya tersebut pada akhirnya gagal setelah Partai Demokrat memenangkan gugatan hukum di pengadilan.
Rocky menilai bahwa keberanian AHY dalam menyampaikan peristiwa ini menegaskan bahwa pemimpin sejati tidak boleh kehilangan sikap kritis hanya demi menjaga relasi politik. Rocky juga menyinggung bagaimana pernyataan AHY menjadi refleksi terhadap konsep "cawe-cawe" yang selama ini dikaitkan dengan Jokowi. Ia menekankan bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya menyatakan tidak pernah ikut campur dalam politik praktis selama 10 tahun masa kepemimpinannya.
"SBY mengingatkan bahwa ia tidak cawe-cawe selama menjabat, dan itu untuk mengimbangi puja-puji yang selama ini ditujukan kepada Jokowi," ujar Rocky. Dalam politik Indonesia, istilah cawe-cawe mengacu pada keterlibatan aktif seorang pemimpin dalam dinamika politik, termasuk dalam proses pemilu.
Sikap ini menuai pro dan kontra, terutama setelah keterlibatan Jokowi dalam Pemilu 2024 dianggap terlalu dominan. Rocky menambahkan bahwa melalui pidato AHY dan SBY, Partai Demokrat tengah berupaya untuk meluruskan jalannya demokrasi di Indonesia.
Salah satu poin utama yang disampaikan adalah pentingnya menjaga netralitas militer dalam ranah sipil. "SBY mengingatkan kembali bahwa militer tidak boleh terlibat dalam urusan sipil. Ini menjadi kritik tersirat terhadap dinamika politik saat ini, terutama terkait kembalinya wacana dwi fungsi ABRI," ungkap Rocky.
Ia menilai bahwa Partai Demokrat ingin menunjukkan bahwa mereka tetap berpegang teguh pada prinsip demokrasi, meskipun lanskap politik nasional semakin kompleks pasca-Pemilu 2024. Keberanian AHY dalam menyampaikan kritik di hadapan Gibran juga menjadi sorotan. Rocky menilai bahwa sikap ini merupakan pelajaran penting dalam dunia politik.
"Yang luar biasa adalah AHY tidak ragu menyampaikan ini meskipun ada Gibran di hadapannya. Ia menunjukkan bahwa pemimpin harus tetap kritis, bukan hanya basa-basi politik demi menjaga relasi kekuasaan," tegas Rocky Gerung.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok