Repelita Jakarta - Ekonom dan analis kebijakan ekonomi Awalil Rizky mengungkapkan bahwa posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir tahun 2024 menunjukkan angka yang lebih buruk dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.
Menurut Awalil Rizky, data terbaru yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan utang luar negeri Indonesia per November 2024 mencapai US$ 424,06 miliar.
Angka ini terdiri dari utang luar negeri pemerintah yang mencapai US$ 203,01 miliar, utang luar negeri Bank Indonesia (BI) sebesar US$ 26,14 miliar, dan utang luar negeri sektor swasta yang tercatat sebesar US$ 194,60 miliar.
Walaupun data ini tergolong stabil dalam tiga tahun terakhir, Awalil Rizky menilai bahwa dalam jangka waktu yang lebih panjang terdapat peningkatan signifikan dalam utang luar negeri pemerintah dan BI, khususnya di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Utang luar negeri Indonesia relatif stabil dari 2022 hingga 2024 meski sempat mengalami fluktuasi namun tetap berada di kisaran 4 triliun rupiah,” ujarnya. “Tetapi jika dilihat dalam jangka waktu yang lebih panjang, utang luar negeri pemerintah dan BI menunjukkan kenaikan yang lebih cepat dibandingkan dengan era sebelumnya,” tambah Awalil Rizky.
Awalil Rizky juga menyoroti rasio posisi utang luar negeri terhadap ekspor Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari International Debt Statistics (IDS), rasio utang luar negeri Indonesia terhadap total ekspor barang dan jasa mencapai 136% pada akhir 2023.
“Dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, posisi utang luar negeri Indonesia tergolong lebih buruk. Di 2023, rasio utang luar negeri Indonesia berada pada angka 136, sementara rata-rata negara berpendapatan rendah dan menengah hanya mencatatkan 96%,” jelas Awalil Rizky.
Rasio ini lebih baik dibandingkan dengan puncaknya yang tercatat pada 2020 saat pandemi yang sempat mencapai 228%. Namun, meskipun ada perbaikan, angka 136% tetap menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan.
Awalil Rizky juga menyoroti rasio posisi utang luar negeri terhadap Gross National Income (GNI) Indonesia yang tercatat sebesar 30% pada tahun 2023. Angka ini mencerminkan total utang luar negeri Indonesia jika dibandingkan dengan pendapatan nasional bruto yang mencakup produk domestik dan pendapatan dari luar negeri.
“Rasio ini mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki beban utang luar negeri yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara sebanding. Meskipun ada perbaikan dalam beberapa tahun terakhir, posisi utang luar negeri Indonesia tetap menjadi isu yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat,” tambah Awalil Rizky.
Angka-angka yang dipaparkan oleh Awalil Rizky menunjukkan bahwa meskipun Indonesia mengalami stabilitas ekonomi dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan posisi utang luar negeri tetap menjadi tantangan besar.
Pemerintah perlu terus menjaga keseimbangan antara utang dan kapasitas pembayaran sambil meningkatkan kinerja ekspor dan mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri.
“Indonesia harus segera memikirkan langkah-langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri sembari menjaga keberlanjutan ekonomi yang stabil. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengoptimalkan sektor domestik dan menarik lebih banyak investasi,” pungkas Awalil Rizky. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok