Repelita, Jakarta - Uji coba makan bergizi gratis mulai berjalan awal pekan ini sebagai bagian dari program unggulan Presiden Prabowo Subianto. Program ini menyasar sekitar 600 ribu orang yang tinggal di wilayah perkotaan dan kabupaten, lebih banyak dari target awal Badan Gizi Nasional (BGN) yang semula membidik 306 ribu peserta didik dan non-peserta didik.
Sebanyak 102 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) ditunjuk sebagai pelaksana uji coba. Satuan Pelayanan ini bertugas mengolah makanan dan mendistribusikannya kepada peserta didik dalam radius yang dapat dijangkau. Setiap harinya, makanan siap dibagikan kepada peserta didik sebelum waktu istirahat.
Program uji coba ini bertujuan untuk menemukan masalah dan mencari solusi untuk memperbaiki kualitas pelayanan makan bergizi gratis. Beberapa tantangan muncul, seperti kualitas susu yang cepat basi sebelum siang hari, meskipun ada variasi produk yang dapat mengatasi masalah tersebut. Pantja Riani Arianti, penanggung jawab sekolah untuk program makan bergizi di SD Negeri 1 Banyurojo, Mertoyudan, mengatakan bahwa dirinya menjadi penghubung antara sekolah dan dapur pelayanan gizi.
Pada hari kedua uji coba, tidak ada masalah berarti di SD Banyurojo. Murid kelas 1 yang biasanya sulit diatur, kini mulai paham apa yang harus dilakukan sebelum dan sesudah menerima makan. Menu yang disajikan terdiri dari nasi, sayur taoge, sepotong tahu, dan ayam tepung, dengan tambahan jeruk sebagai pelengkap.
Pantja Riani menjelaskan bahwa meskipun menu yang disediakan sudah disesuaikan dengan kebutuhan gizi, program ini lebih berfokus pada memperkenalkan makanan sehat kepada anak-anak, bukan untuk memenuhi gizi secara penuh. Penyediaan susu dalam program ini bukanlah menu wajib, karena kandungan protein dan lemaknya bisa digantikan oleh bahan makanan lain.
Siswa-siswa yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah sangat merasakan manfaat program ini, terutama bagi mereka yang tidak biasa sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Meskipun ada orang tua yang tergolong mampu, banyak ibu yang bekerja sebagai asisten rumah tangga dan tidak memiliki waktu untuk menyiapkan sarapan.
Namun, ada dampak yang tidak bisa diabaikan, yakni potensi program ini membunuh usaha kecil dan menengah, khususnya usaha katering sekolah. Banyak pengusaha katering mengeluhkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh BGN dalam pengelolaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi, yang dirasa memberatkan UMKM. Beberapa pengusaha kecil menyebutkan bahwa hanya perusahaan besar yang mampu memenuhi persyaratan tersebut.
Melati, seorang pengusaha katering yang mengelola beberapa sekolah di Magelang, mengatakan bahwa syarat-syarat yang diberikan untuk tender pengelola makan bergizi gratis terlalu tinggi. Ia mengusulkan agar UMKM diberikan kesempatan yang lebih adil untuk terlibat dalam program ini, dengan memberikan pembagian jatah pengolahan makanan bagi pengusaha kecil di sekitar sekolah.
Dalam menjalankan program ini, BGN juga menggandeng koperasi, BUMDes, dan pengusaha kecil sebagai mitra penyedia bahan baku. Namun, tantangan yang dihadapi vendor kecil adalah pembayaran yang sering terlambat dan harga beli yang ditekan terlalu rendah, yang memperburuk kondisi para usaha kecil tersebut.
Dengan adanya perhitungan keuntungan yang cukup besar dari program makan bergizi gratis, banyak pihak yang tertarik untuk terlibat. Namun, para pengusaha kecil berharap agar ada perubahan dalam mekanisme yang memungkinkan mereka mendapatkan peluang yang lebih besar dalam proyek ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok