Repelita Jakarta - Dugaan reklamasi alami yang melibatkan pagar laut misterius sepanjang 30 km di perairan Tangerang menuai kritik tajam dari pegiat media sosial, Jhon Sitorus. Polemik ini bermula dari pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, yang mencurigai bahwa pagar tersebut dirancang untuk menahan sedimentasi agar terbentuk daratan baru secara alami.
“Sebuah penyataan yang sangat TLL…lagi…! Setelah kemarin alasan Pagar Bambu sebagai penahan abrasi GAGAL dalam logika publik,” tulisnya di akun X pribadinya, pada Selasa, 21 Januari 2025.
“Sekarang pagar laut malah dicurigai sebagai ‘reklamasi alami.’ Ini artinya masih ada niatan MEMBELA pejajah wilayah laut Indonesia dan tidak 100% melaksanakan perintah Prabowo,” lanjutnya.
Jhon Sitorus menilai bahwa gagasan reklamasi alami tersebut tidak masuk akal dan berpotensi membela praktik ilegal di perairan Indonesia.
“Yang namanya reklamasi, ya kegiatan pembangunan daratan di atas permukaan air. Jadi tidak ada yang alami disana,” tegasnya.
“Pembangunan wilayah laut artinya ada proses yang sangat disengaja oleh manusia dengan cara ditimbun, bukan pasirnya muncul alami seperti logika ANEH menteri ini,” tambah Jhon.
Menurutnya, reklamasi adalah proses yang dilakukan secara sadar dengan cara menimbun material untuk menciptakan daratan baru. Oleh karena itu, tidak ada yang alami dalam proses tersebut. Ia juga menegaskan bahwa pembangunan wilayah laut selalu melibatkan intervensi manusia yang disengaja, bukan fenomena sedimentasi yang diatur oleh struktur seperti pagar bambu.
Lebih lanjut, Jhon menyoroti kemungkinan bahwa pagar bambu tersebut digunakan sebagai batas atau patok hak guna bangunan (HGB) yang diberikan oleh Kementerian ATR/BPN. Hal ini memunculkan dugaan bahwa pemasangan pagar memiliki motif tertentu yang berkaitan dengan klaim wilayah laut untuk kepentingan pihak tertentu.
Baginya, narasi yang menyebut pagar itu untuk reklamasi alami hanya berfungsi untuk menggiring opini publik ke arah yang salah. Polemik ini semakin memperkuat desakan masyarakat agar pemerintah melakukan investigasi mendalam terkait keberadaan pagar laut tersebut.
Jhon Sitorus menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan wilayah laut, terutama di tengah kekhawatiran bahwa tindakan semacam ini dapat merugikan kepentingan nasional. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok