Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

"Peneliti ICW Dapat Serangan Doxing Usai Bocorkan Nominasi Jokowi dalam Daftar Kejahatan Terorganisir dan Korupsi 2024"

 Foto : ICW Ungkap Dugaan Pemotongan Dana Bantuan Pesantren, Salah Satunya  oleh Oknum Partai

Tampaknya pesan saya terpotong akibat panjangnya artikel yang Anda kirimkan. Saya akan melanjutkan dan memberikan berita yang telah diedit dalam format yang Anda inginkan. Berikut adalah versi yang telah disesuaikan:


Repelita, Jakarta - Seorang peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tiba-tiba mendapat serangan doxing, Jumat, 3 Januari 2025. Penyebaran data pribadi tersebut terjadi setelah ICW membeberkan sederet indikasi yang menguatkan kesimpulan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP)—organisasi wartawan investigasi global—tentang Presiden Indonesia, Joko Widodo, yang masuk nominasi tokoh kejahatan terorganisasi dan terkorup 2024.

Penyebaran data pribadi peneliti ICW tersebut disebar di media sosial oleh akun Instagram @volt_anonym. Akun media sosial X, @MurtadhaOne1, mengunggah ulang data peneliti ICW yang dibeberkan oleh akun @volt_anonym tersebut. Di situ disebutkan nama peneliti ICW, nomor telepon, nomor Kartu Tanda Penduduk, alamat tinggal, spesifikasi device telepon yang digunakan, serta titik koordinat lokasi terakhir dalam bentuk tautan Google Maps. Namun Tempo tak mendapati lagi keberadaan akun @volt_anonym di Instagram.

“Kami menduga kuat doxing ini ada kaitannya dengan statement yang disampaikan peneliti ICW di beberapa media,” kata Koordinator Kampanye Publik ICW Tibiko Zabar Pradano, Sabtu, 4 Januari 2025.

Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan doxing terhadap peneliti ICW tersebut melanggar Pasal 65 dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Agus menjelaskan, di samping membahayakan keselamatan korban, penyebaran data pribadi tersebut patut dilihat sebagai bagian dari upaya pembungkaman dan pembatasan suara kritis publik.

“Doxing dengan pola ini patut dicurigai melibatkan pihak yang memiliki akses atau bertanggung jawab untuk melindungi data pribadi warga. ICW khawatir doxing atau serangan digital akibat penominasian Jokowi di OCCRP tidak hanya dialami ICW, tapi juga kelompok yang bersuara kritis,” kata Agus lewat keterangan tertulis, Jumat, 3 Januari 2025.

Dua hari sebelum doxing tersebut, ICW berbicara ke awak media untuk menanggapi rilis OCCRP tentang nominasi tokoh yang dianggap memiliki dampak besar dalam memperburuk kejahatan terorganisasi dan korupsi atau Person of the Year in Organized Crime and Corruption di pengujung 2024. Presiden Indonesia, Joko Widodo, masuk nominasi.

OCCRP memberikan “penghargaan” ini setiap tahun kepada tokoh-tokoh yang dianggap memiliki dampak besar dalam memperburuk kejahatan terorganisasi dan korupsi. Rilis daftar nama tersebut bertujuan untuk menyoroti individu yang dinilai berkontribusi besar dalam memperburuk kejahatan terorganisasi dan korupsi di dunia.

Lembaga global tersebut merilis lima nama yang masuk nominasi, yaitu Jokowi; Presiden Kenya William Ruto; Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu; mantan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina; dan pengusaha India, Gautam Adani. Sedangkan Presiden Suriah yang digulingkan, Bashar al-Assad, menjadi pemenang Person of the Year 2024 tersebut.

Pendiri OCCRP, Drew Sullivan, mengatakan penetapan nominasi tokoh tersebut merupakan usul dari masyarakat di seluruh dunia. Ia mengatakan OCCRP tidak memiliki kendali atas siapa yang dicalonkan karena didasarkan pada saran-saran yang datang dari orang-orang di seluruh dunia.

Ia mengatakan pemberian penghargaan tersebut telah berjalan selama 13 tahun. Penentuan nomine dan pemenang diputuskan oleh panel ahli yang terdiri atas masyarakat sipil, akademikus, dan jurnalis. Mereka memiliki pengalaman yang luas dalam menyelidiki korupsi dan kejahatan. Sullivan mengatakan OCCRP menerima lebih dari 55 ribu pengajuan, termasuk beberapa tokoh politik paling terkenal serta individu-individu yang kurang dikenal.

Sullivan menjelaskan, OCCRP memang tidak memiliki bukti bahwa Jokowi terlibat dalam perbuatan korupsi untuk keuntungan pribadi selama menjabat presiden pada 2014-2024. Namun berbagai kelompok masyarakat sipil dan para ahli mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia.

Jokowi membantah penilaian OCCRP tersebut. Mantan Wali Kota Solo ini meminta pihak-pihak yang menuduhnya membuktikan apa yang telah dikorupsinya. "Ya, terkorup itu, terkorup apa? Yang dikorupsi apa? Ya, dibuktikan saja," kata Jokowi kepada awak media di kediamannya, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa, 31 Desember 2024.

Jokowi mengatakan tuduhan tersebut merupakan fitnah yang tidak disertai dengan bukti konkret. Ia menyebut tuduhan tersebut bermuatan politik dan bisa saja dipengaruhi oleh berbagai pihak yang ingin menyerang dirinya.

Sekretaris Jenderal Projo—organisasi pendukung Jokowi dalam pemilihan presiden—Handoko menyebutkan tuduhan tersebut bertolak belakang dengan kinerja Jokowi selama ini. Ia mengklaim bahwa Jokowi justru proaktif dalam menindak kasus korupsi serta memberikan dampak positif bagi pembangunan.

Ketua Pusat Kajian Anti-Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada Totok Dwi Diantoro mengatakan pemberantasan korupsi dalam satu dekade pemerintahan Jokowi memang makin buruk. KPK, yang menjadi cita-cita reformasi, mengalami pelemahan sangat sistematis di era pemerintahan Jokowi.

Pelemahan tersebut terlihat jelas dengan revisi kedua Undang-Undang KPK pada 2019. Hasil revisi tersebut menempatkan KPK sebagai lembaga dalam rumpun eksekutif. Pegawai KPK, termasuk penyelidik dan penyidik, dipaksa menjadi aparatur sipil negara. Hasil revisi itu membuat status KPK maupun penyidiknya tak lagi independen.

Hasil revisi tersebut yang menjadi jalan untuk menyingkirkan 57 penyelidik dan penyidik berintegritas di KPK lewat tes wawasan kebangsaan. Para penyidik itu di antaranya Novel Baswedan, Harun Al Rasyid, dan Yudi Purnomo Harahap.

“Ada pelemahan yang sangat struktural dan sistematis terjadi, mengubah posisi KPK yang awalnya dari lembaga independen, kemudian berubah menjadi bagian dari rumpun kelembagaan eksekutif yang berada di bawah presiden,” kata Totok dalam acara seminar virtual Bulaksumur Legal Outlook 2025 yang bertajuk “Krisis Demokrasi, HAM, dan Pemberantasan Korupsi” pada Jumat, 3 Januari 2025.

Di samping pelemahan KPK, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) juga jeblok pada masa pemerintahan Jokowi. Transparency International mencatat IPK Indonesia merosot empat poin, dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada 2022. Hasil ini juga membuat peringkat Indonesia turun dari posisi 96 menjadi 110 pada 2021 dan 2022. Di kawasan Asia Tenggara saja, Indonesia berada di bawah Singapura, Vietnam, dan Malaysia.

Riset IPK 2023 yang dilakukan oleh Transparency International mencatat bahwa Indonesia meraih skor 34. Angka ini sama dengan perolehan Indonesia pada tahun sebelumnya. Meski skornya tetap, peringkat Indonesia melorot ke urutan 115 dari 180 negara. Pada 2022, Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara.

Pada masa pemerintahan Jokowi, kebebasan pers Indonesia juga terpuruk. Menurut hasil riset terbaru Reporters Without Borders, Indonesia memperoleh skor 51,15 pada Indeks Kebebasan Pers Dunia 2024. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan tahun lalu, yang mencapai 54,83. Penurunan kebebasan pers terjadi pada hampir semua indeks, baik indikator politik, ekonomi, legislasi, maupun sosial.

Peringkat Indonesia pada Indeks Kebebasan Pers Sedunia 2024 turun tiga tingkat dibanding tahun sebelumnya. Indonesia berada di peringkat 111 dari 180 negara pada 2024. Tahun sebelumnya, Indonesia berada di ranking 108 dari 180 negara.

Totok berpendapat, meski OCCRP tidak serta-merta menemukan kerugian negara yang dilakukan oleh Joko Widodo, perbuatan Jokowi itu memperlihatkan fenomena grand corruption. Totok mengatakan penegakan hukum pada rezim Jokowi justru tumpul ke orang dekatnya. Ia mencontohkan kasus Bahlil Lahadalia—saat ini menjabat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral—dalam skandal penerbitan izin tambang. Lalu kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak mentah sawit yang menyeret nama Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Perekonomian; dan kasus korupsi pembangunan menara base transceiver station di Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyeret nama Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.

Menurut Totok, Jokowi bisa saja diperiksa dalam perkara yang berhubungan dengan dugaan korupsi. Pengusutan tersebut bisa dimulai dari kasus-kasus yang kasatmata dan spesifik. Mis

alnya, soal penjualan lahan untuk megaproyek di Ibu Kota Negara, Nusantara, yang melibatkan pihak-pihak dekat Jokowi, seperti orang-orang yang tercatat dalam daftar orang terkaya di Indonesia, antara lain Mochtar Riady dan keluarganya. Totok menilai bahwa peran orang-orang tersebut terindikasi sebagai pemilik proyek yang diberikan oleh Jokowi di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan berbagai lokasi lain yang mendapat suntikan dana dari APBN.

Agus Sunaryanto dari ICW juga mengatakan ICW mendorong penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan adanya aliran dana yang mengarah pada pengusaha terdekat Jokowi.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved