Repelita, Jakarta 5 Januari 2025 - PDIP melontarkan sejumlah skandal besar yang melibatkan pejabat negara yang disebut akan dibuka ke publik jika KPK terus melanjutkan proses hukum terhadap Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku.
PDIP mengungkit tiga skandal yang diduga melibatkan sejumlah pihak penting dalam pemerintahan dan dunia usaha, di antaranya masalah ekspor biji nikel, pungli di KPK, dan kasus CSR Bank Indonesia. Berikut adalah rincian dari tiga skandal yang disebutkan PDIP:
1. Skandal Ekspor Biji Nikel PDIP
Melalui Guntur Romli, mengungkit dugaan ekspor biji nikel ilegal yang menyebabkan kerugian besar bagi negara. Dugaan ini pertama kali disampaikan oleh ekonom Faisal Basri yang menyebut bahwa ekspor biji nikel dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak yang memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan.
Guntur Romli menyatakan bahwa ekspor biji nikel yang tidak tercatat secara resmi telah menguntungkan pihak tertentu dan merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Pada saat kebijakan larangan ekspor biji nikel diberlakukan, data dari International Trade Center (ITC) mengungkapkan bahwa China tetap mengimpor biji nikel dari Indonesia.
Hal ini menunjukkan adanya ketidakterbukaan dalam sektor pertambangan Indonesia yang berhubungan dengan kebijakan pemerintah. Menurut Faisal Basri, penegak hukum, khususnya KPK, harus mengusut tuntas masalah ini, mengingat hal tersebut merupakan salah satu sumber kerugian besar yang berpotensi menggerogoti kekayaan negara.
2. Pungutan Liar di KPK
Skandal kedua yang diungkit PDIP adalah terkait dengan praktik pungutan liar (pungli) yang melibatkan puluhan pegawai KPK antara tahun 2018 hingga 2023.
Guntur Romli menyebutkan bahwa 78 pegawai KPK telah terlibat dalam pungli yang menguntungkan oknum tertentu, seperti pejabat dan tahanan yang diproses dalam kasus-kasus besar.
Pungutan liar ini terjadi dalam pengurusan barang-barang yang tidak sah, termasuk handphone, yang diperbolehkan masuk ke dalam rumah tahanan di KPK dengan biaya yang bervariasi antara Rp10 juta hingga Rp25 juta per tahanan.
Keberadaan pungutan ini mengindikasikan adanya kelengahan dalam pengawasan internal di KPK, yang mencoreng reputasi lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.
Ditemukannya masalah pungli ini menjadi sorotan publik karena KPK, sebagai lembaga penegak hukum, juga terlibat dalam praktik yang bertentangan dengan etika dan hukum yang berlaku.
3. Skandal CSR Bank Indonesia
Kasus ketiga yang diungkit oleh PDIP adalah terkait dengan skandal Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dijalankan oleh Bank Indonesia. Guntur Romli mengkritik ketidakjelasan penanganan kasus ini oleh KPK.
Dalam pengumuman resmi pada 16 Desember 2024, KPK menyebutkan telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini. Namun, hanya tiga hari kemudian, KPK mengoreksi pernyataan tersebut dengan menyatakan bahwa belum ada penetapan tersangka yang sah dalam kasus tersebut.
Kejanggalan ini membuat publik bertanya-tanya tentang keseriusan KPK dalam menangani kasus-kasus besar, termasuk yang melibatkan dana CSR yang diduga disalahgunakan.
Penyidik KPK juga sedang menganalisis lebih lanjut dokumen dan barang bukti elektronik terkait kasus ini, namun belum ada keputusan final yang diumumkan.
Hal ini menambah keraguan publik terhadap kredibilitas KPK dalam menuntaskan kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi.
PDIP menganggap ketiga skandal ini perlu diungkapkan karena berpotensi memberikan dampak besar terhadap pemerintahan dan perekonomian Indonesia.
Partai ini menyatakan akan membuka dokumen-dokumen terkait kasus-kasus ini kepada publik jika KPK tidak segera menyelesaikan proses hukum terhadap Hasto Kristiyanto.
Menurut PDIP, masalah besar ini harus segera mendapat perhatian agar kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dapat dipulihkan dan transparansi dalam pemerintahan dapat terjaga. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok