Repelita, Jakarta - Pagar misterius sepanjang 30 kilometer (km) yang membentang di laut Kabupaten Tangerang, Banten, membuat nelayan kesulitan mencari ikan. Pemerintah daerah maupun pusat mengaku tidak tahu siapa pemilik pagar ilegal tersebut.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, mengungkapkan bahwa pagar tersebut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan tinggi sekitar 6 meter. Keberadaan pagar ini mengganggu aktivitas para nelayan di wilayah tersebut.
"Panjang 30,16 km ini meliputi 6 kecamatan, tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga," jelas Eli pada diskusi 'Pemasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten' di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta.
Keberadaan pagar tersebut pertama kali diketahui melalui laporan warga pada 14 Agustus 2024. Tim dari DKP bersama Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kemudian melakukan pengecekan, dan menemukan bahwa pagar tersebut sudah membentang hingga 30 km, jauh lebih panjang dari dugaan awal yang hanya 7 km.
Eli menambahkan bahwa tidak ada izin dari camat atau kepala desa untuk pemagaran tersebut. "Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama TNI Angkatan Laut Polairud, PSDKP, PUPR, SATPOL PP, dan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Panjang pagar ini terus bertambah, bahkan sudah mencapai 30 km," ujarnya.
Pagar tersebut terletak di kawasan yang masuk dalam perencanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten, dan membentang di zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, serta zona pengelolaan energi dan perikanan budidaya.
Sementara itu, Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Suharyanto, juga menyatakan bahwa pihaknya tidak tahu siapa yang membangun pagar tersebut. Ia mengatakan Ombudsman sedang menelusuri masalah ini.
Terkait dengan kemungkinan pagar tersebut untuk reklamasi, Suharyanto mengingatkan bahwa reklamasi memerlukan izin yang ketat dan prosedur yang jelas. "Kita tidak tahu apakah ini untuk reklamasi atau bukan. Proses perizinannya pun harus mematuhi persyaratan ekologi yang ketat," ujarnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok