Repelita Jakarta - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold membuka babak baru dalam politik Indonesia. Tanpa batasan suara partai politik di parlemen, Pilpres 2029 diprediksi akan diwarnai oleh banyak kandidat.
Namun, di tengah peluang ini, muncul tantangan baru: setiap calon presiden harus memiliki "tabungan elektoral" yang kuat untuk bersaing.
Menurut Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio, yang akrab disapa Hensa, modal elektoral menjadi syarat mutlak bagi siapa pun yang ingin bertarung dalam Pilpres 2029. “Calon presiden itu harus punya investasi elektoral, dan tidak semua tokoh di partai politik memiliki tabungan elektoral tersebut. Artinya, seorang kandidat harus cukup dikenal dan populer di masyarakat,” ungkap Hensa.
Hensa, yang juga pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI, menekankan pentingnya membangun modal elektoral sejak jauh hari. Strategi ini dapat dilakukan melalui berbagai cara untuk memperkuat citra positif di mata masyarakat.
“Seorang calon harus mampu menciptakan kesan baik di masyarakat. Popularitas dan reputasi positif adalah aset utama yang akan memuluskan langkah mereka di pilpres mendatang,” jelasnya. Namun, proses ini tidaklah murah. Hensa menegaskan bahwa membangun tabungan elektoral membutuhkan dana yang signifikan.
“Berinteraksi langsung dengan masyarakat tentu memerlukan biaya besar. Oleh karena itu, hanya tokoh-tokoh yang benar-benar memiliki sumber daya kuat yang berpeluang mendapatkan dukungan luas,” tambahnya.
Dalam konteks Pilpres 2029, Hensa memprediksi bahwa meskipun ambang batas pencalonan dihapus, Prabowo Subianto masih menjadi kandidat kuat. Dengan rekam jejak dan pengaruhnya yang besar, Presiden saat ini dinilai memiliki modal elektoral yang cukup untuk kembali bertarung.
“Jika kita bicara tentang Pilpres 2029, bahkan tanpa presidential threshold, Prabowo tetap menjadi calon utama. Ia memiliki tabungan elektoral dan dukungan politik yang solid,” ujarnya.
Namun, Hensa tidak menutup kemungkinan munculnya nama-nama baru yang berpotensi mencuri perhatian publik. Pemerintahan Prabowo bisa menjadi panggung bagi tokoh-tokoh baru yang mulai membangun popularitasnya.
“Keputusan MK ini menciptakan ruang bagi lebih banyak kandidat, tetapi pada akhirnya hanya mereka yang memiliki kombinasi popularitas, sumber daya, dan tabungan elektoral yang cukup yang bisa benar-benar bersaing,” tutupnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok