Repelita Jakarta - Usulan dari Ketua DPD RI, Sultan Bachtiar Najamudin, yang meminta rakyat untuk menyumbang dalam program Makan Bergizi Gratis (MGB) menjadi perbincangan hangat di media sosial. Banyak warganet yang mengkritik keras usulan tersebut, terutama karena adanya kenaikan pajak yang membebani masyarakat dan maraknya kasus korupsi yang belum tuntas.
Rakyat merasa kecewa dengan pernyataan Sultan Bachtiar Najamudin yang mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam mendanai program tersebut. "Pajak sudah naik malah disuruh nyumbang. Giliran di korupsi hukuman ringan. Emang pejabat nggak ada otak," tulis akun @syamsoulvlc, menunjukkan kekecewaan atas kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.
Akun @sampilobot mengusulkan agar pendanaan untuk MGB dapat diambil dari sumber lain yang lebih layak, seperti penghapusan jabatan Wakil Menteri atau stafsus presiden, serta efisiensi anggaran negara. "Bisa dari penghapusan Wamen, Penghapusan stafsus presiden, efisiensi gaji anggota Dewan, efisiensi gaji aparat negara, efisiensi biaya belanja kendaraan operasional ASN atau kejar dan binasakan koruptor," saran akun ini.
Di sisi lain, banyak netizen yang merasa bahwa program yang seharusnya dibiayai oleh negara ini justru membuat rakyat yang sudah terbebani pajak semakin tertekan. "Usul rakyat sumbang makan bergizi gratis. Kalau disuruh nyumbang yang akhirnya buat didapetin rakyat sendiri itu bukan gratis," tulis akun @hauwleeshit, menanggapi ide Sultan yang meminta kontribusi rakyat.
Komentar senada datang dari akun @HabibiFuad, yang mempertanyakan ketidaktegasan pemerintah dalam memberantas korupsi, sementara justru meminta rakyat untuk menyumbang. "Nih gimana sih? yang ngotot MGB dia yang suruh nalangin rakyat?" tulisnya. Akun ini juga mengungkapkan kekesalan dengan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak adil, "Budget 10k sok-sokan MGB, noh benerin dulu kasus korupsi kagak kelar-kelar karena nggak tegas ke koruptor."
Pernyataan Sultan Bachtiar Najamudin ini semakin menambah ketidakpuasan di kalangan masyarakat, yang merasa tidak adil jika harus menyumbang di tengah tingginya beban pajak dan belum tuntasnya persoalan korupsi yang melibatkan pejabat negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok