Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Menyingkap Tabir Korupsi di Era Pemerintahan Jokowi: 'Analisis Lima Klaster'

 

Repelita, Jakarta - M. Said Didu, yang merupakan tokoh yang cukup dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, memberikan analisis mendalam mengenai dugaan korupsi yang terjadi selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo, khususnya setelah dirinya diumumkan oleh OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project) sebagai salah satu finalis pemimpin terkorup pada 31 Desember 2024.

Menurut Didu, meskipun banyak pihak merasa terkejut dengan pengumuman tersebut, ia menilai hal itu bukanlah sebuah kejutan, mengingat berbagai dugaan korupsi yang semakin marak di Indonesia pada masa pemerintahan Jokowi.

Didu kemudian memaparkan lima klaster modus operandi yang menurutnya menggambarkan jalannya praktik korupsi selama masa pemerintahan Jokowi. Berikut adalah uraian rinci dan lengkap mengenai kelima klaster tersebut:


Klaster 1: Korupsi untuk Melanggengkan Kekuasaan

Korupsi dalam klaster ini berkaitan dengan upaya untuk mempertahankan kekuasaan politik dengan cara-cara yang tidak transparan dan melanggar hukum. Didu mencontohkan kasus penghilangan data 3,3 juta hektar perkebunan sawit ilegal yang diduga sengaja diredam demi menjaga stabilitas politik dan kekuasaan. Alih-alih menindak tegas, kasus ini malah didiamkan oleh pemerintah.

Lebih lanjut, Didu juga menyoroti bagaimana hukum seringkali dijadikan alat untuk melemahkan oposisi. Kasus kriminalisasi terhadap lawan politik adalah contoh nyata bagaimana hukum dipergunakan untuk kepentingan politik, yang bertujuan untuk menekan pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Hal ini mengindikasikan betapa besar pengaruh politik dalam mengatur sistem hukum di Indonesia, yang seharusnya bersifat netral.

Klaster 2: Korupsi di Lingkaran Menteri

Praktik korupsi di kalangan pejabat tinggi, termasuk menteri, menjadi sorotan berikutnya. Didu mengungkapkan beberapa kasus besar seperti impor garam dan minyak goreng, serta manipulasi data oleh BPS (Badan Pusat Statistik), yang berujung pada ketidakjelasan penyelesaian.

Hal ini menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi di kalangan elit pemerintahan.

Didu juga menyoroti politisasi dalam proses reshuffle kabinet. Salah satu contoh adalah penggantian ketua umum Partai Golkar yang diduga erat kaitannya dengan kepentingan politik Jokowi untuk menjaga loyalitas partai-partai koalisi.

Fenomena ini menunjukkan adanya unsur politik dalam pengambilan keputusan di tingkat kabinet yang pada akhirnya bisa menciptakan peluang korupsi.

Klaster 3: Korupsi Berbalut Ambisi Pribadi

Klaster ini mencakup proyek-proyek besar yang tidak mendesak dan seringkali dilaksanakan karena ambisi pribadi para pejabat, meskipun proyek tersebut tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat.

Proyek pembangunan infrastruktur seperti bandara dan jalan tol, yang anggarannya membengkak, adalah contoh dari korupsi ini. Proyek-proyek semacam ini sering kali dipaksakan untuk dilaksanakan meskipun tidak memiliki dampak langsung terhadap kebutuhan masyarakat.

Dugaan lainnya terkait dengan klaster ini adalah keterlibatan keluarga pejabat dalam proyek-proyek strategis yang menguntungkan pihak-pihak tertentu, seperti monopoli ekspor nikel yang sempat diungkap oleh ekonom Faisal Basri.

Proyek-proyek ini diduga hanya untuk menguntungkan segelintir orang, sementara mengabaikan kepentingan pembangunan nasional yang lebih luas.

Klaster 4: Korupsi dalam Pengelolaan Utang Negara

Utang negara dan utang BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang melonjak selama pemerintahan Jokowi menjadi perhatian serius. Didu menduga bahwa sebagian besar utang tersebut digunakan untuk kepentingan politik tertentu.

Program-program populis yang tidak berkelanjutan, seperti bantuan sosial dan proyek infrastruktur tanpa dasar yang kuat, diduga menjadi alat untuk menyogok rakyat dan meraih dukungan politik.

Kondisi ini menciptakan beban fiskal yang berat bagi negara dan dapat menyebabkan krisis utang di masa depan. Beban utang yang ditanggung oleh negara, jika tidak dikelola dengan baik, akan membebani generasi mendatang.

Klaster 5: Korupsi Melalui Hubungan dengan Oligarki

Klaster terakhir ini berhubungan dengan hubungan erat antara pemerintah dan kelompok oligarki yang memperoleh keuntungan besar melalui proyek strategis nasional (PSN), konsesi tambang, dan perkebunan.

Didu mengungkapkan bahwa oligarki menjadi aktor utama yang mendapat fasilitas dan kemudahan dalam mendapatkan izin dan proyek-proyek besar yang menguntungkan.

Hubungan antara pemerintah dan oligarki ini diyakini menjadi fondasi kekuasaan Jokowi selama satu dekade, dengan imbalan berbagai fasilitas yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Praktik ini menciptakan ketimpangan sosial yang signifikan, di mana sebagian kecil elit menguasai kekayaan, sementara mayoritas rakyat tidak merasakan manfaat yang setara.

Penutup

Didu berharap bahwa dengan terbukanya data terkait dugaan korupsi yang disembunyikan, Indonesia dapat memulai langkah awal untuk keluar dari bayang-bayang korupsi sistemik.

Ia menekankan pentingnya peran rakyat, penegak hukum, dan masyarakat sipil untuk bersatu dalam melawan korupsi demi masa depan bangsa yang lebih baik.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved