Repelita, Jakarta - M Rizal Fadillah dalam tulisannya menyatakan bahwa langkah Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, dalam menitipkan dokumen kepada Connie Rahakundini di Rusia adalah langkah yang sah dan tidak melanggar hukum. Fadillah menganggap bahwa tindakan Hasto adalah bagian dari hak asasi dan upaya menyelamatkan dokumen penting yang terkait dengan kasus hukum yang melibatkan dirinya.
Fadillah menjelaskan, sebagai tersangka dalam kasus hukum yang bernuansa politik, Hasto memiliki kewajiban untuk melindungi diri dan informasi yang dianggap penting. Menurutnya, titipan dokumen itu tidak berhubungan dengan kasus Harun Masiku, melainkan lebih kepada perlawanan politik terhadap rezim Jokowi yang dianggap melakukan perendahan terhadap PDIP.
Fadillah juga mengkritik langkah Jokowi yang memecat Hasto dan keluarganya dari PDIP, yang diduga sebagai bagian dari balas dendam politik. Ia menyebutkan bahwa Prabowo Subianto, meski kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan, masih belum menunjukkan keberanian untuk bertindak tegas dan independen. Menurut Fadillah, Prabowo terlalu sering terjebak dalam diplomasi politik yang tidak mengarah pada aksi nyata.
Terkait dengan pernyataan mengenai Connie Rahakundini Bakrie, Fadillah mengakui bahwa Connie adalah sosok yang berani dan disegani, dengan jaringan relasi yang luas. Menurutnya, perlawanan Hasto melalui titipan dokumen ini adalah langkah yang sah dan wajar, bahkan bisa menjadi alternatif dalam melawan ketidakadilan.
Selain itu, Fadillah mengungkapkan bahwa Hasto juga tengah mempertimbangkan langkah hukum untuk menggugat penetapan status tersangka yang dinilai tidak sah. Salah satunya adalah melalui pra-peradilan atas penetapan tersangka yang dianggap tidak didasari bukti yang cukup. Ia juga menyebutkan bahwa Hasto berencana menggugat KPK ke Mahkamah Konstitusi terkait kepemimpinan KPK yang dianggap tidak sah, dengan dasar putusan MK No 112/PUU-XX/2022 yang mengubah masa jabatan Pimpinan KPK dan Dewas menjadi lima tahun.
Fadillah menilai bahwa Jokowi, sebagai Presiden, telah memainkan strategi untuk mempertahankan "orang-orangnya" di posisi penting KPK dan Dewas hingga 2029, dan ia menekankan pentingnya Presiden Prabowo untuk membatalkan kebijakan tersebut dengan mengeluarkan Perppu.
Menurutnya, langkah Jokowi yang mengacaukan KPK merupakan bagian dari ambisi kekuasaan yang tidak sehat, dan Fadillah menyetujui bahwa Jokowi memang layak masuk dalam daftar tokoh terkorup dunia versi OCCRP.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok