Repelita, Tangerang - Proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang dikembangkan oleh Agung Sedayu Group, milik Sugianto Kusuma alias Aguan, terus menuai kontroversi. Pemasangan pagar laut yang kini membentang sepanjang 30 kilometer di wilayah Kabupaten Tangerang diduga semakin semena-mena, mengganggu kehidupan nelayan setempat, dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan.
Pagar yang terbuat dari bambu ini sebelumnya dipasang tanpa izin dari camat atau kepala desa setempat, dan kini telah merambah hingga 30 kilometer, melintasi enam kecamatan. Keberadaan pagar tersebut telah menyulitkan nelayan dalam menjalankan aktivitas mereka, mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup besar.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan inspeksi bersama berbagai instansi terkait, termasuk TNI Angkatan Laut dan Polairud. Namun, meskipun pemagaran sudah diketahui sejak Agustus 2024, belum ada tindakan tegas dari pihak pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Suharyanto, mengungkapkan bahwa pihaknya juga tidak mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut. Bahkan, tidak ada izin yang diajukan kepada KKP terkait proyek ini. Ia menegaskan bahwa reklamasi yang mungkin terkait dengan pemagaran ini juga belum terdaftar di kementeriannya.
Pemagaran yang semakin meluas ini dianggap telah mengganggu alur air, pola sedimentasi, dan ekosistem laut di sekitar wilayah tersebut. Ketua Umum Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI), Muh Rasman Manafi, menyatakan bahwa pemagaran telah merugikan nelayan, karena mereka harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk melaut, serta mengurangi produktivitas tambak warga.
Fraksi PKS di DPR juga menilai bahwa proyek PSN PIK 2 telah melanggar rencana tata ruang dan mengabaikan aspek sosial masyarakat dan kelestarian lingkungan. Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, mengingatkan agar pemerintah tidak membiarkan proyek swasta ini mengorbankan kepentingan masyarakat dan merusak ekosistem yang ada.
Selain itu, Ombudsman Banten telah menemukan dugaan maladministrasi terkait proyek ini, dengan kerugian yang ditaksir mencapai Rp8 miliar per tahun bagi nelayan setempat. Beberapa informasi dari warga juga menyebutkan adanya pembayaran kepada pihak yang memasang pagar, yang menunjukkan adanya ketidakberesan dalam proyek tersebut.
Dalam situasi ini, banyak pihak mendesak agar pemerintah segera menghentikan proyek PSN PIK 2, untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut terhadap lingkungan dan untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat lokal.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok