Repelita Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak Polri untuk tidak berhenti pada pemecatan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya (PMJ), Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak, terkait kasus pemerasan terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Kompolnas mendorong agar penyidikan dilakukan lebih lanjut guna mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain yang lebih tinggi dalam struktur kepolisian.
Sekretaris Kompolnas, Irjen (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo, menyatakan bahwa langkah ini penting untuk memastikan bahwa praktik-praktik yang mencoreng nama baik Polri tidak terulang. Menurutnya, Polri harus menyelidiki lebih lanjut apakah ada keterlibatan oknum polisi di atas Kombes Simanjuntak.
"Kompolnas menekankan bahwa penyelesaian sidang etik terhadap pelaku di tingkat tertinggi harus menjadi prioritas," ujar Arief dalam keterangannya, Senin (6/1/2025). Arief menambahkan, Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri mengatur bahwa penyidikan harus dilakukan secara menyeluruh terhadap semua pihak yang terlibat.
Arief juga menduga, pemerasan seperti ini bisa saja terjadi pada setiap penyelenggaraan ajang tersebut. "Agar tidak terulang kasus serupa di masa mendatang, hal ini perlu diusut tuntas. Apalagi korban yang sebagian besar warga negara Malaysia telah melaporkan kejadian ini ke perwakilan polisi Indonesia di Malaysia," tambahnya.
Senada dengan Arief, anggota Kompolnas, Choirul Anam, menekankan pentingnya menelusuri proses perencanaan kasus ini. "Bagaimana itu bisa terselenggara, siapa yang menggerakkan, siapa memerintahkan. Penting untuk mengurainya supaya masalah ini terang benderang dan tidak boleh terjadi lagi," kata Anam.
Kompolnas berharap agar proses hukum dan kode etik di tubuh Polri terus dilakukan secara transparan dan akuntabel untuk mencegah pelanggaran serupa di masa depan. Dalam kasus ini, tujuh polisi terduga pelanggar telah menjalani Sidang Komisi Kode Etik Polri, dengan lima di antaranya telah dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), sementara dua lainnya dijatuhi sanksi demosi selama delapan tahun.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok