Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

"Kasus Korupsi Tata Niaga Timah di Bangka Belitung: Klaim Kerugian Rp300 Triliun Dipertanyakan Pakar Hukum"

 Mahfud MD Bisa Terancam Pasal Fitnah dan UU ITE

Repelita Jakarta - Kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah di Bangka Belitung masih belum usai. Meskipun pengadilan tindak pidana korupsi telah menetapkan vonis terhadap para tersangka, masalah besar terkait pembuktian kerugian negara yang timbul dalam kasus tersebut masih menjadi tantangan.Diketahui, nilai kerugian negara dalam kasus ini bisa mencapai Rp300 triliun. Namun, Pakar Hukum Pidana, Prof Romli Atmasasmita, menilai klaim Rp300 triliun itu menjadi beban berat yang belum mampu dipenuhi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga kini.

Romli menjelaskan bahwa upaya menyeret lima perusahaan sebagai tersangka merupakan salah satu langkah untuk mengejar kerugian keuangan negara yang belum tercukupi dari hukuman para terdakwa sebelumnya. Kejagung, menurut Romli, sudah kadung mengumumkan angka Rp300 triliun kepada publik, dan respons dari Presiden pun telah diberikan. Oleh karena itu, mereka harus menunjukkan hasil meski angka tersebut sulit untuk dibuktikan.

"Kejagung sudah kadung mengumumkan kerugian Rp300 triliun ke publik. Presiden pun sudah memberikan respons. Jadi, mereka harus menunjukkan hasil, meski angka itu tampaknya sulit terbukti," ujar Romli.

Romli juga menambahkan bahwa hukuman denda kepada korporasi harus ditentukan oleh majelis hakim berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020. Sayangnya, denda yang telah dijatuhkan kepada para direksi perusahaan terdakwa sebelumnya belum mencapai angka fantastis itu.

"Jaksa boleh saja hitung seenak jidatnya, semau-maunya dia, boleh. Tapi, hakim sudah punya patokan, patokan hakim dalam membuat penilaian tentang kerugian keuangan negara sesuai Perma 1/2020," tambahnya.

Sementara itu, Ahli Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Sudarsono Soedomo, menyebutkan bahwa perhitungan Rp300 triliun tersebut didasarkan pada data yang tidak valid. Menurut Sudarsono, angka tersebut lebih menyerupai potensi kerugian, bukan kerugian riil. Namun, persepsi yang muncul di masyarakat seolah-olah itu adalah uang nyata. Kejagung sendiri kini mulai meragukan angka tersebut setelah banyak pihak, termasuk Mahkamah Agung, menyorotinya.

"Angka Rp300 triliun itu lebih menyerupai potensi kerugian, bukan kerugian riil. Namun, persepsi yang muncul di masyarakat seolah-olah itu uang nyata. Kejagung sendiri kini mulai meragukan angka tersebut setelah banyak pihak, termasuk Mahkamah Agung, menyorotinya," kata Sudarsono.

Sudarsono juga menambahkan bahwa Kejagung tidak memiliki kompetensi untuk mengevaluasi data yang terkait dengan kerugian lingkungan, salah satu komponen besar dalam kasus ini. "Kejagung tidak mempunyai kompetensi dan kapasitas untuk melakukan itu. Karena memang itu barang masih barang sulit lah, masih menjadi perdebatan. Menghitung kerugian lingkungan itu masih bahan perdebatan di antara para ahli," ujarnya.

Keduanya, Romli dan Sudarsono, menekankan pentingnya profesionalitas dalam penanganan kasus ini. Menurut Sudarsono, Kejagung sebaiknya fokus pada angka yang benar dan adil daripada mengejar angka besar yang sulit dibuktikan.

"Harusnya Kejagung mendengarkan ahli lain. Kalau orang itu bersalah hukumlah secara proporsional, enggak usah membesar-besarkan hukuman sehingga seolah-olah jadi pahlawan," pungkasnya. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved