Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

"Jokowi Masuk Nominasi Kejahatan Terorganisir dan Korupsi 2024, Syafril Sjofyan: Tangkap dan Adili Jokowi untuk Pembuktian"

 Syafril Sjofyan Arsip - SIAGA INDONESIA NEWS

Repelita Bandung - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menjadi sorotan setelah Organisasi Jurnalisme Investigasi Terbesar Dunia, OCCRP, mengumumkan dirinya sebagai finalis untuk kategori Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024. Dalam pengumuman tersebut, OCCRP menilai tindakan Jokowi dalam memimpin Indonesia memiliki banyak indikasi kejahatan dan korupsi yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruh.

OCCRP, yang berpusat di Amsterdam, adalah salah satu organisasi jurnalisme investigasi terbesar di dunia dan memiliki staf di enam benua. Organisasi ini berfokus pada pengungkapan kejahatan dan korupsi yang sering kali luput dari perhatian media mainstream. Selain itu, OCCRP juga dikenal karena dedikasinya dalam membantu media investigasi lokal di seluruh dunia untuk berkembang. Laporan OCCRP mengungkap bahwa pemerintah Jokowi terlibat dalam berbagai pelanggaran, termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM), manipulasi pemilu, penjarahan sumber daya alam, serta perdagangan kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu.

Reaksi Jokowi terhadap pengumuman OCCRP ini cukup mengejutkan. Di media mainstream lokal, Jokowi tertawa dan berkomentar, "Saya korupsi apa? Hahaha, buktikan apa?" Komentar ini menuai kritik, karena dianggap tidak menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap dugaan tindak pidana yang sedang diproses oleh pihak internasional. Reaksi tersebut dianggap sebagai sikap yang tidak peduli terhadap hukum dan proses hukum yang berlaku.

Menurut Syafril Sjofyan, seorang aktivis dan pemerhati kebijakan publik, jika Jokowi benar-benar merasa tidak bersalah, maka hal tersebut harus dibuktikan melalui proses pengadilan. Syafril menantang Polri, Kejaksaan, dan KPK untuk segera melakukan penyelidikan terhadap Jokowi dan keluarganya, serta mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan dirinya. "Tangkap dan adili Jokowi!" kata Syafril, menegaskan perlunya pembuktian hukum.

Syafril kemudian membedah beberapa kriteria korupsi yang bisa terkait dengan Jokowi. Pertama adalah penyalahgunaan wewenang. Syafril mengungkapkan bahwa Jokowi diduga telah menggunakan kekuasaannya untuk menguntungkan pihak swasta tertentu melalui proyek-proyek strategis nasional seperti Rempang, PIK2, dan IKN yang berkaitan dengan perusahaan-perusahaan seperti Aguan, Tomi Winata, dan Anthoni Salim. "Mereka yang diuntungkan akan memberikan upeti seumur hidup bagi Jokowi dan keluarganya," ujar Syafril.

Kedua, ada dugaan pemerasan dan gratifikasi yang melibatkan anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, serta menantunya, Bobby Nasution. Kasus ini berkaitan dengan penggunaan fasilitas jet pribadi yang bisa berujung pada pengaruh kekuasaan Jokowi terhadap kepentingan bisnis pribadi. KPK yang dianggap lemah oleh Syafril tidak menuntaskan kasus ini, bahkan dalam beberapa hal, dianggap berada di bawah tekanan Presiden Jokowi.

Ketiga, Syafril mengungkapkan dugaan penyalahgunaan aset negara yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik, namun disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga. Salah satunya adalah terkait dengan pemberian hak atas tambang Medan kepada putri Jokowi, Kahiyang, dan suaminya, Bobby Nasution.

Keempat, Syafril juga menyebutkan dugaan praktik nepotisme yang melibatkan Jokowi dan keluarganya. Salah satunya adalah kebijakan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menguntungkan Gibran Rakabuming, anak pertama Jokowi, dengan memuluskan langkah Gibran untuk menjadi calon presiden meski belum memenuhi kriteria usia minimal 40 tahun. Syafril menduga bahwa langkah ini didorong oleh hubungan keluarga yang erat, dengan Ketua MK, Anwar Usman, yang merupakan ipar Jokowi.

Selain itu, Syafril menyoroti dugaan money laundering yang melibatkan Gibran dan Kaesang, yang mendapatkan investasi besar dari pengusaha yang terkait dengan kasus kebakaran hutan. Hingga kini, kasus ini belum diusut tuntas oleh KPK meski telah dilaporkan sejak tiga tahun lalu.

Terakhir, Syafril juga mengkritik Jokowi atas penyalahgunaan anggaran negara, khususnya dalam proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), yang semula merupakan proyek B to B, namun kemudian dibiayai dengan dana APBN yang membengkak secara sepihak. Selain itu, penggunaan anggaran pendidikan yang dialihkan untuk bantuan desa menjadi salah satu contoh penyalahgunaan anggaran negara.

Komentar netizen di media sosial terkait isu ini cukup beragam. Ada yang menyetujui pandangan Syafril dan mendesak agar Jokowi serta keluarganya diadili atas dugaan tindak pidana yang sudah lama beredar, sementara yang lain berpendapat bahwa ini adalah bentuk fitnah dan framing terhadap Presiden. Salah seorang netizen mengatakan, "Tangkap Jokowi dan keluarganya, sudah saatnya mereka mempertanggungjawabkan semua ini."

Syafril juga menegaskan bahwa Jokowi telah melanggar UU KPK dengan terburu-buru membentuk Pansel untuk memilih calon Komisioner KPK yang baru, yang dinilai bertujuan untuk melindungi kepentingannya sendiri. Hal ini, menurutnya, harus diselidiki kembali, karena seharusnya pemilihan Komisioner KPK dilakukan pada masa jabatan Presiden yang berbeda, yakni pada masa pemerintahan Presiden Prabowo.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved