Repelita, Jakarta - Di tengah upaya pembongkaran pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Tangerang, Banten, mencuat fakta yang mengejutkan mengenai status hukum wilayah yang dipagari tersebut. Diduga, lahan yang dipagari sudah memiliki status Hak Guna Bangunan (HGB), yang erat kaitannya dengan pengembangan proyek Agung Sedayu Group, pengembang kawasan PIK 2.
Situs Bhumi ATR/BPN menunjukkan adanya sejumlah kavling yang sudah berstatus HGB meskipun terletak di perairan laut dekat garis pantai. Koordinat kavling yang terdaftar di 5.999935°LS dan 106.636838°BT menunjukkan bahwa lahan tersebut berada jauh dari daratan, yakni tepat di tengah laut.
Fakta ini mematahkan narasi yang semula beredar bahwa pagar laut tersebut merupakan upaya swadaya dari nelayan untuk mencegah abrasi. Di baliknya, ternyata ada kepentingan yang lebih besar, dengan status HGB yang telah terbit untuk tanah yang masih berupa lautan, dengan luas total mencapai 537,5 hektar atau 5.375.000 meter persegi.
Anggota Komisi II DPR RI, Indra, menyatakan bahwa sangat jelas ada kepentingan ekonomi di balik pembangunan pagar laut ini. Ia menegaskan bahwa proyek ini tidak mungkin didanai oleh masyarakat biasa atau pengusaha kecil. “Pagar laut itu jelas patok untuk menguasai lahan, untuk kepentingan ekonomi. Ini bukan proyek swadaya nelayan,” kata Indra. Ia juga mendesak pemerintah untuk transparan mengenai siapa yang membiayai pembangunan pagar laut tersebut.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengungkapkan bahwa di wilayah tersebut terdapat sertifikat HGB yang terbit di atas laut seluas sekitar 9 hektar, mencakup Desa Karang Serang di Kecamatan Sukadiri, dengan 260 bidang tanah yang tersebar di tiga desa.
Menanggapi isu ini, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, menyatakan bahwa situs Bhumi ATR/BPN merupakan platform terbuka yang mengandalkan partisipasi masyarakat. “Peta yang ada di aplikasi ini bukan peta real-time dan harus diverifikasi lebih lanjut di kantor pertanahan setempat,” ujarnya.
Kekisruhan ini sudah berlangsung sejak 7 Januari 2025, ketika pihak Agung Sedayu Group sempat membantah keterlibatannya dalam proyek pagar laut. Kuasa hukum Agung Sedayu, Muannas Alaidid, menyatakan bahwa hingga saat ini tidak ada bukti atau fakta hukum yang mengaitkan perusahaan dengan pemasangan pagar laut tersebut.
Namun, kesaksian warga nelayan Desa Kronjo, Tangerang, Heru Mapunca, mengungkapkan bahwa dia pernah melihat truk-truk membawa bambu pada malam hari untuk dipasang sebagai pagar laut. Menurut Heru, salah satu tukang yang ditemui menyebutkan bahwa proyek tersebut merupakan garapan Agung Sedayu.
"Ini proyek siapa?" tanya Heru kepada tukang yang menjawab, "Agung Sedayu."(*)
Editor: 91224 R-ID Elok