Repelita, Jakarta - Dosen Tata Hukum Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengungkapkan bahwa Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) memiliki dasar yang cukup kuat dalam memasukkan Presiden Joko Widodo sebagai nominasi finalis tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024.
Jokowi terpilih bersama lima tokoh lainnya yang masuk dalam daftar nominasi. Selain Jokowi, tokoh lainnya adalah Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Hasina, dan Pengusaha India Gautam Adani.
Feri Amsari menyatakan bahwa kebijakan yang diambil pemerintah Jokowi tidak sejalan dengan nilai-nilai anti korupsi yang diharapkan. Salah satu contohnya adalah revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dianggap melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
“Jokowi bermasalah dengan nilai-nilai anti korupsi dan itulah yang membuatnya layak disebut sebagai salah satu pemimpin terkorup di dunia,” ujar Feri ketika dihubungi pada Rabu, 1 Januari 2025.
Selain itu, Feri menambahkan bahwa kebijakan pemerintah Jokowi juga dianggap tidak mengindahkan prinsip-prinsip antinepotisme. Salah satunya adalah adanya dugaan peran Jokowi dalam memfasilitasi anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, untuk menduduki jabatan publik.
Pernyataan tersebut sebelumnya dibantah oleh Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, yang mengatakan bahwa jabatan yang dipegang Gibran adalah pilihan rakyat melalui proses pemilihan umum yang sah.
OCCRP, yang mengumumkan nominasi tersebut pada 31 Desember 2024, mengundang nominasi dari pembaca, jurnalis, dan berbagai pihak dalam jaringan global mereka. Drew Sullivan, penerbit OCCRP, menekankan bahwa korupsi adalah bagian dari strategi untuk merebut kekuasaan negara dan mendirikan pemerintahan otokratis.
“Pemerintah yang korup melanggar hak asasi manusia, memanipulasi pemilu, menjarah sumber daya alam, dan menciptakan ketidakstabilan yang pada akhirnya berujung pada keruntuhan atau revolusi berdarah,” ujar Sullivan.
Sebelumnya, pada 25 Juni 2024, Mahkamah Rakyat Luar Biasa menggelar People’s Tribunal di Universitas Indonesia untuk mengadili pemerintahan Jokowi dengan sembilan gugatan yang menyebutkan adanya penyelewengan dan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk kebijakan-kebijakan yang merugikan masyarakat, seperti revisi Undang-Undang KPK dan kebijakan Omnibus Law.
Jokowi membantah tuduhan tersebut, menganggapnya sebagai fitnah dan framing jahat yang tidak memiliki bukti konkret. "Sekarang banyak sekali fitnah, framing jahat, tuduhan-tuduhan yang tidak ada bukti," kata Jokowi saat ditemui di kediamannya di Solo pada 31 Desember 2024.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Projo, Handoko, menganggap penilaian OCCRP sebagai keliru. Ia menilai selama kepemimpinan Jokowi, Indonesia mengalami banyak kemajuan, termasuk dalam pemberantasan korupsi. "Kepercayaan publik terhadap Jokowi tetap tinggi," ungkap Handoko.
Handoko juga menyebutkan bahwa Jokowi telah menindak tegas sejumlah kasus korupsi yang melibatkan para menteri, termasuk beberapa yang berasal dari PDIP.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok