Repelita, Jakarta - Vonis ringan terhadap Harvey Moeis, terdakwa kasus korupsi timah senilai Rp300 triliun, menuai perbincangan luas di masyarakat. Hukuman enam tahun penjara yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis dinilai tidak sebanding dengan besarnya kerugian negara, dan memicu kekecewaan publik. Pengamat politik Rocky Gerung menyampaikan kritik tajam terhadap putusan tersebut, yang menurutnya jauh dari rasa keadilan.
“Kasus ini membuat rakyat semakin skeptis terhadap penegakan hukum, terutama karena skala kerugian negara yang sangat besar tidak sebanding dengan hukuman yang diberikan,” ujar Rocky dalam akun YouTube-nya, Senin (30/12/2024). Rocky menilai vonis ringan ini menciptakan persepsi negatif di masyarakat terhadap keseriusan pemerintah dalam menangani kasus korupsi. Ia berpendapat bahwa dalam kasus sebesar ini, seharusnya ada hukuman yang lebih berat untuk memberikan efek jera.
“Hakim seharusnya mampu menjaga keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan. Namun, kali ini, rakyat lebih dahulu merasa keadilannya diabaikan,” lanjut Rocky. Menurutnya, pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto perlu segera memberikan sinyal kuat bahwa ada komitmen serius dalam pemberantasan korupsi.
“Ketika publik melihat disparitas hukuman yang begitu mencolok, misalnya korupsi ratusan triliun dihukum ringan sementara pelanggaran kecil dihukum berat, ini justru menciptakan keresahan sosial yang sangat berbahaya,” tegas Rocky.
Rocky juga mengkritik pernyataan Presiden Prabowo yang sebelumnya menyebut akan memberikan pengampunan kepada koruptor jika mereka mengembalikan hasil korupsi. Ia menilai pernyataan tersebut telah disalahartikan oleh banyak pihak, termasuk hakim dalam kasus Harvey Moeis.
“Presiden harus segera meluruskan tafsir ini, karena publik butuh jaminan bahwa keadilan tidak akan dikompromikan,” tambahnya. Rocky melihat bahwa vonis ini bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga mencerminkan ketegangan sosial akibat kesenjangan ekonomi yang terus memburuk. Di tengah kenaikan PPN 12% dan tekanan ekonomi yang dirasakan rakyat, hukuman ringan untuk koruptor dianggap sebagai penghinaan terhadap rasa keadilan masyarakat.
“Rakyat sedang jengkel dan marah dengan kebijakan pemerintah, apalagi jika keadilan hukum justru semakin menjauh. Kalau kondisi ini dibiarkan, keresahan publik bisa memicu eskalasi politik yang lebih besar di awal tahun 2025,” pungkas Rocky. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok