Jakarta, 11 Desember 2024 - Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti. Pada tingkat kasasi, Ronald Tannur dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.
Namun, dalam putusan kasasi tersebut, tidak semua hakim sepakat bahwa Ronald Tannur bersalah. Hakim Agung Soesilo memiliki pendapat berbeda, di mana ia berkeyakinan Ronald Tannur seharusnya divonis bebas. Hal ini tercermin dalam dissenting opinion atau pendapat yang berbeda dari hakim tersebut.
Hakim Agung Soesilo menilai bahwa Ronald Tannur tidak memiliki niat jahat atau mens rea dalam melakukan tindak pidana. Menurutnya, konstruksi fakta dalam dakwaan Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa terdakwa memiliki niat untuk melakukan pembunuhan Dini Sera Afrianti. Oleh karena itu, Soesilo berpandangan bahwa putusan bebas dari PN Surabaya sudah benar.
Dalam pendapatnya, Hakim Soesilo menjelaskan fakta bahwa Ronald Tannur bersama Dini dan saksi-saksi lainnya, seperti Ivan Sianto, Rahmadani Rifan Nadifi, Eka Yuna Prasetya, Allan Christian, dan Hidayati Bela Afista, sedang berkaraoke di Room Blackhole KTV di Surabaya. Di lift, terjadi perselisihan antara Ronald dan Dini. Dini menampar Ronald, sedangkan Ronald membalas dengan mendorong Dini.
Setelah kejadian tersebut, Ronald dan Dini kembali ke basement. Ketika Dini memainkan ponsel, Ronald meminta Dini pulang bersama teman-temannya. Ketika Ronald sedang menyalakan mobil, ia baru menyadari bahwa Dini sudah terjatuh. Ronald kemudian turun dari mobil untuk memeriksa kondisi Dini. Dengan bantuan saksi Fajar Fajrudin dan Imam Subekti, Ronald membawa Dini ke Apartemen Orchard Tanglin. Namun, Dini sudah dalam keadaan tidak bergerak.
Ronald kemudian berusaha memberikan pertolongan pertama bersama saksi Retno Happy Purwaningtyas dan pihak keamanan apartemen. Mereka membawa Dini ke RS National Hospital. Di rumah sakit, Dini langsung ditangani menggunakan alat defibrilator, namun akhirnya dinyatakan meninggal dunia. Setelah itu, RS Dr Soetomo merekomendasikan untuk membuat laporan terkait luka tidak wajar yang ditemukan.
Dalam hasil visum yang dilakukan oleh dr. Renny Sumino, disebutkan bahwa Dini meninggal akibat luka robek kompleks pada organ hati akibat kekerasan tumpul. Selain itu, ditemukan juga perdarahan pada paru-paru, ginjal, dan organ lainnya.
Meskipun ada dissenting opinion dari Hakim Agung Soesilo, suara mayoritas dalam majelis kasasi menyatakan Ronald Tannur bersalah melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian. Dengan demikian, majelis kasasi memutuskan Ronald Tannur mendapatkan hukuman 5 tahun penjara, membatalkan vonis bebas dari PN Surabaya.
Dalam perkembangan lain, diduga ada motif suap di balik vonis bebas yang diberikan oleh PN Surabaya kepada Ronald Tannur. Tiga hakim di PN Surabaya diduga menerima suap agar dapat membebaskan Ronald. Kejaksaan Agung mengungkapkan dugaan ini dan menangkap para pelaku sebelum vonis tingkat kasasi diketok.
Dalam kasus ini, muncul keterlibatan Zarof Ricar, seorang mantan pejabat Mahkamah Agung yang diduga menjadi perantara suap. Namun, meskipun Zarof bertemu Hakim Agung Soesilo saat acara pengukuhan guru besar di Universitas Negeri Makassar, MA menyatakan tidak ada pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Soesilo.
Sementara Kejaksaan Agung terus mengusut kasus Zarof Ricar, penemuan uang hingga hampir Rp 1 triliun di rumahnya masih menjadi perhatian. Akan tetapi, untuk kasus Ronald Tannur, Kejaksaan Agung menyatakan aliran uang tidak mencapai Hakim Agung.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok