Repelita Jakarta - Pengamat hukum dan politik Refly Harun kembali memberikan kritik tajam terkait hukuman ringan bagi para koruptor di Indonesia.
Dalam unggahan di kanal YouTube-nya, Refly menyindir dengan "promo akhir tahun" mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi. Ia menyampaikan bahwa hukuman yang diberikan kepada koruptor sangat tidak sebanding dengan nilai kerugian negara yang diakibatkan oleh tindakan mereka.
"Kalau Anda korupsi 300 triliun, hukumannya 6,5 tahun. Kalau masih terlalu berat, ada promo lain: korupsi 150 triliun, hukumannya 3,25 tahun. Kalau masih merasa keberatan, korupsi 75 triliun saja, hukumannya cuma 1,6 tahun," ujar Refly Harun.
Refly juga menambahkan "promo" untuk korupsi dengan nilai yang lebih kecil. "Korupsi 37,5 triliun hanya dihukum 8 bulan. Kalau uang negara yang Anda ambil cuma 18,7 triliun, cukup dihukum 4 bulan saja. Siapa mau ikut promo ini?" tambahnya.
Selain itu, Refly Harun menyoroti fenomena vonis yang lebih ringan daripada tuntutan jaksa. Ia mempertanyakan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi, terutama dengan sikap yang dinilai tidak konsisten.
"Presiden sering bilang geram dengan korupsi. Tapi kenapa pelaku korupsi besar malah dihukum ringan? Tidak ada pidato yang tegas membahas ini," kritik Refly Harun.
Refly juga menggunakan pendekatan matematis untuk menunjukkan ketidakseimbangan antara hukuman dan kerugian negara. "Hasilnya satu hari penjara koruptor setara dengan kerugian negara senilai Rp126 miliar. Ini bukan sistem hukum, tapi kalkulasi satir yang menyakitkan," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Refly Harun juga menyentuh isu terkait Presiden terpilih Prabowo Subianto. Ia mempertanyakan apakah Prabowo mampu mengendalikan lingkar kekuasaannya untuk menghindari praktik korupsi.
"Prabowo harus memastikan lingkarannya tidak menjadi sarang korupsi. Kalau tidak, sejarah akan mengulang kesalahan yang sama seperti keluarga presiden terdahulu yang terlibat KKN," ungkap Refly.
Refly Harun mengingatkan Prabowo agar tidak hanya berbicara tentang pemberantasan korupsi di depan umum, tetapi juga bertindak tegas di belakang layar.
"Kalau Anda benar-benar ingin memberantas korupsi, jangan hanya retorika. Para koruptor besar itu sudah ada di depan mata, tinggal keberanian Anda untuk bertindak," tegasnya.***
Editor: 91224 R-ID Elok