Repelita, Jakarta 16 Desember 2024 – Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mengumumkan rencana pemberian amnesti kepada ribuan narapidana. Amnesti ini mencakup mereka yang terjerat kasus Undang-Undang ITE, gerakan Papua, dan narkoba.
Langkah ini mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan, terutama kritikus pemerintahan mantan Presiden Joko Widodo sebelumnya. Banyak yang melihat langkah ini sebagai komitmen Prabowo terhadap prinsip demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, dengan menjaga kebebasan untuk menyampaikan kritik.
Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, amnesti ini bertujuan untuk mengurangi beban penjara yang sudah penuh, sekaligus mempertimbangkan aspek kemanusiaan. Data Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan mencatat sekitar 44.000 narapidana yang berpotensi menerima amnesti. Namun, keputusan final mengenai jumlah ini masih menunggu persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Supratman menjelaskan bahwa proposal terkait amnesti akan segera diajukan untuk mendapatkan persetujuan DPR.
Pengamat politik Rocky Gerung menyebut bahwa langkah amnesti ini merupakan bagian dari upaya Prabowo untuk membuka ruang demokrasi yang lebih luas, dengan menghapus kebijakan represif dari era pemerintahan sebelumnya. Rocky mengatakan, “Ini adalah kesempatan bagi Prabowo untuk menunjukkan bahwa pemerintahan barunya tidak akan mengulang kesalahan dalam merespons kritik politik.”
Menurut Rocky, amnesti bukan hanya tentang pembebasan tahanan tetapi juga tentang merevisi kebijakan yang membatasi kebebasan berpendapat, seperti Undang-Undang ITE.
Rocky menilai bahwa amnesti yang diberikan kepada mereka yang terjerat kritik terhadap pemerintah adalah langkah simbolik dalam menegakkan kebebasan sipil. Langkah ini juga menunjukkan komitmen pemerintah Prabowo untuk memperbaiki keadaan demokrasi di Indonesia. Dengan latar belakang Prabowo sebagai mantan tokoh militer yang sering dikritik karena pendekatan represifnya, amnesti ini dapat menjadi sinyal positif bagi pihak yang mendambakan perubahan dalam penanganan perbedaan pendapat.
“Ini adalah langkah awal untuk memastikan bahwa perbedaan pendapat dapat disuarakan tanpa ketakutan akan tindakan represif. Kita melihatnya sebagai bagian dari reformasi besar yang diinginkan banyak pihak,” tambah Rocky.
Namun, meskipun amnesti ini mendapat dukungan, masih ada skeptisisme dari beberapa kelompok sipil dan oposisi. Mereka menunggu tindakan nyata dari pemerintahan Prabowo dalam menghadapi isu hak asasi manusia dan kebebasan sipil.
Apakah ini benar-benar menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo akan memberikan ruang yang lebih besar untuk kritik dan perbedaan pendapat, atau hanya langkah simbolis untuk meredakan ketegangan politik?
“Pada akhirnya, pertanyaannya tetap, apakah pemerintahan Prabowo benar-benar akan membawa perubahan demokratis yang menghargai kebebasan berpendapat, atau justru melanjutkan praktik otoritarian dari masa sebelumnya?” pungkas Rocky.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok