Repelita, Jakarta - Koordinator Program di Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menanggapi kasus Budi Said, crazy rich asal Surabaya yang didakwa merugikan PT Aneka Tambang (Antam) dan negara.
Budi Said akan menjalani sidang putusan pada Jumat, 27 Desember 2024, di Pengadilan Tipikor Jakarta. Menurut Julius, ada beberapa catatan penting terkait dengan kasus ini yang telah menggemparkan masyarakat Indonesia.
“Pertama, kasus ini dibungkus dengan publikasi dan pemberitaan yang begitu luar biasa, apalagi kasusnya melibatkan triliunan rupiah, emas batangan, dan melibatkan orang dalam PT Antam yang sudah dipidana terlebih dahulu,” kata Julius dalam keterangan tertulisnya.
Ia menilai bahwa dengan publikasi yang sangat besar, kasus Budi Said seolah menjadi kasus mega pidana yang luar biasa. Hal ini menciptakan harapan publik bahwa hukuman terhadap Budi Said akan sebanding dengan keseriusan kasus ini.
“Selain itu, nilai ganti kerugian kepada negara ataupun denda juga harus besar. Karena ada PT Antam sebagai BUMN yang menjadi korban,” tegasnya.
Julius menambahkan bahwa penting bagi penindakan dalam kasus Budi Said untuk mengungkap pola-pola struktural dan sistemik, sehingga bisa memberikan efek jera terhadap pelaku lainnya.
“Dua poin ini yang saya pikir jadi pijakan dalam kasus Budi Said. Sehingga ada beban sekaligus tanggung jawab bagi majelis hakim untuk menjawab dua situasi tadi,” ujarnya.
Julius berharap kasus Budi Said tidak berakhir dengan vonis ringan seperti yang terjadi pada kasus PT Timah, yang kerugiannya mencapai ratusan triliun rupiah dan dilakukan secara sistemik.
Lebih lanjut, Julius menyatakan bahwa beban dan tanggung jawab ada di tangan majelis hakim untuk memeriksa, mengadili, dan memutus secara holistik demi menyelesaikan masalah struktural dan sistemik dalam kasus ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok