Jakarta, 10 Desember 2024 - Terdakwa Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan pidana penjara selama 12 tahun. Harvey terjerat kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada periode 2015 hingga 2022.
Jaksa Ardito Muwardi dari Kejaksaan Agung menyatakan bahwa Harvey terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. "Kami menuntut agar majelis hakim menyatakan Harvey Moeis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang," ujar Ardito dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).
Selain tuntutan penjara, Harvey juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayarkan, maka ia harus menggantinya dengan penjara selama satu tahun. JPU juga menuntut pidana tambahan berupa pengembalian uang pengganti sebesar Rp 210 miliar subsider penjara enam tahun.
JPU menyebut bahwa Harvey melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 KUHP.
Dalam persidangan yang sama, Suparta selaku Direktur Utama PT RBT juga dituntut pidana penjara selama 14 tahun, denda Rp 1 miliar subsider penjara satu tahun, serta pengembalian uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun subsider penjara delapan tahun.
Sementara itu, Reza Andriansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, dituntut pidana penjara selama delapan tahun dan denda Rp 750 juta subsider penjara enam bulan. Reza tidak menerima aliran dana dari korupsi tetapi dianggap mengetahui dan menyetujui semua perbuatan tersebut.
Kerugian yang muncul dari kasus ini mencapai angka fantastis Rp 300 triliun. Angka tersebut meliputi Rp 2,28 triliun dari kerugian aktivitas kerja sama alat processing pengolahan smelter swasta, Rp 26,65 triliun dari pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp 271,07 triliun dari kerugian lingkungan.
Dalam persidangan, JPU mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan, seperti perbuatan yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi serta kerugian negara yang signifikan. Namun, ada faktor meringankan, yakni Harvey belum pernah dihukum sebelumnya.
Netizen juga mengecam praktik korupsi ini melalui media sosial. Seorang pengguna, @Arief_Santoso, menulis, "Sudah saatnya koruptor dihukum berat, tidak hanya demi keadilan, tetapi juga untuk menciptakan pemerintahan yang transparan dan berintegritas."
Pengguna lain, @Mila_Pranata, menambahkan, "Kerugian negara sebesar Rp 300 triliun bukan angka kecil. Harus ada kepastian hukum agar hal ini tidak terulang."
Kritikan dari para netizen menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang transparan dan adil. Mereka menegaskan bahwa penanganan kasus korupsi harus dilakukan tanpa kompromi demi masa depan bangsa dan negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok