Repelita, Jakarta 21 Desember 2024 - Pemerhati Kebijakan Publik, Syafril Sjofyan, mengkritik kebijakan ekonomi yang ditinggalkan oleh Presiden Joko Widodo, terutama terkait dengan utang negara yang mencapai angka 800 triliun rupiah, yang akan jatuh tempo pada 2025. Menurut Syafril, kebijakan utang yang ditimbun secara ugal-ugalan di era Jokowi kini menjadi bom waktu bagi pemerintahan Prabowo.
Syafril juga menyebutkan bahwa kebijakan Prabowo yang menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang sedang merosot berisiko memperburuk keadaan. Ia mengutip pandangan almarhum Dr. Rizal Ramli, yang menyatakan bahwa ketika ekonomi melambat, seharusnya kebijakan yang diterapkan adalah yang dapat merangsang pertumbuhan, bukan dengan mengejar pajak.
Ia menegaskan bahwa kenaikan pajak ini akan mengurangi daya beli masyarakat, yang berpotensi memperburuk resesi dan menekan sektor UMKM yang lebih rentan terhadap fluktuasi ekonomi. Selain itu, kebijakan ini dapat memperburuk keadaan bagi usaha besar yang telah mengalami kebangkrutan dan PHK massal, seperti yang dialami oleh Duniatex, Siritex, dan 60 perusahaan lainnya.
Meskipun pemerintah Prabowo telah mengeluarkan kebijakan insentif, seperti kenaikan gaji guru dan buruh serta kebijakan pemutihan utang untuk UMKM, Syafril berpendapat bahwa kebijakan tersebut tidak akan cukup untuk mengimbangi dampak buruk dari kenaikan pajak di tengah ekonomi yang sulit.
Syafril juga mengkritik langkah pemerintahan Prabowo yang terjebak dalam cara lama yang diterapkan oleh pemerintahan Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang mengandalkan kenaikan pajak dan pengurangan subsidi. Hal ini, menurut Syafril, menyebabkan stagnasi ekonomi selama 10 tahun terakhir, tanpa ada kenaikan signifikan dalam pertumbuhan ekonomi.
Syafril mengusulkan agar Prabowo lebih hati-hati dalam merancang kebijakan perpajakan, dengan fokus pada reformasi yang menutup celah penghindaran pajak dan meningkatkan efisiensi penagihan pajak. Ia juga menyarankan Prabowo untuk mengganti Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto jika ingin kebijakannya benar-benar pro-rakyat dan tidak hanya sekadar janji politik.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok