AS Tekankan Perlunya Proses Politik di Suriah, Runtuhnya Rezim Assad di Barat Laut Suriah
Washington, 1 Desember 2024 – Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Sean Savitt, menyatakan bahwa Presiden Suriah Bashar Al-Assad terlalu bergantung pada Rusia dan Iran dalam mempertahankan posisi politiknya. Savitt menilai, runtuhnya rezim Assad di barat laut Suriah dan bentrokan di Aleppo merupakan dampak dari ketidakmauan Assad untuk terlibat dalam proses politik yang lebih luas.
"Penolakan Suriah untuk terlibat dalam proses politik dan ketergantungannya pada Rusia dan Iran menciptakan kondisi yang kini terjadi, termasuk runtuhnya rezim Assad di barat laut Suriah," jelas Savitt pada Sabtu, 30 November 2024.
Amerika Serikat terus memantau situasi di Suriah dan berkomunikasi dengan pejabat setempat selama 48 jam terakhir. Meskipun demikian, Savitt menegaskan bahwa AS tidak terlibat dalam serangan yang dilakukan oleh kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
Savitt menambahkan, "Kami bersama mitra dan sekutu mendesak dimulainya proses politik sejalan dengan resolusi PBB untuk mengakhiri perang saudara ini dan mengurangi eskalasi."
Pada Rabu, 27 November 2024, pemberontak Suriah yang melibatkan HTS dan kelompok bersenjata lain yang didukung oleh Turki, melancarkan serangan di pedesaan barat kota Aleppo. Bentrokan sengit pun terjadi, dengan HTS mengklaim berhasil memasuki Aleppo pada Jumat malam, 29 November 2024, dan menguasai beberapa wilayah di pedesaan Idlib pada Sabtu, 30 November 2024.
Perang saudara Suriah dimulai pada 2011 setelah demonstrasi yang menuntut berakhirnya kekuasaan keluarga Bashar Al-Assad. Demonstrasi yang awalnya damai itu berkembang menjadi perlawanan bersenjata setelah pasukan keamanan menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
Rusia, Iran, dan Turki berencana untuk membahas perkembangan terkini di Suriah. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Aragchi, dijadwalkan mengunjungi Suriah pada Minggu, 1 Desember 2024, sebelum melanjutkan perjalanan ke Turki.
Editor: Elok R-ID*