Ulama dan Jawara Banten Diminta Bersatu Lawan Proyek PIK-2
Aktivis Banten Voice, Sudrajat Maslahat, menyerukan agar ulama dan jawara Banten bersatu menghadapi tindakan yang dianggap merugikan rakyat, terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Kapuk Indah (PIK)-2. Ia menilai bahwa proyek tersebut, yang dilindungi status PSN oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo, berpotensi merusak kehidupan rakyat dan menciptakan 'negara dalam negara'.
Sudrajat mengatakan, ketidakberdayaan masyarakat Banten menghadapi agresivitas PIK-2 disebabkan oleh perlindungan yang diberikan pemerintah kepada perusahaan tersebut. Pemerintahan Jokowi, menurutnya, memberikan status PSN kepada Agung Sedayu dan Sinarmas Grup, yang dianggap hanya menguntungkan segelintir pihak, bukan rakyat.
Ia juga menegaskan bahwa ulama dan jawara, yang memiliki pengaruh besar di Banten, harus berperan aktif dalam menanggapi masalah ini. "Jika ulama dan jawara diam, PIK-2 akan terus mengobrak-abrik tanah dan kehidupan rakyat Banten," kata Sudrajat. Ia berharap, jika Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden, PSN PIK-2 akan dibatalkan.
Sudrajat juga mengungkapkan bahwa Aguan, bos Agung Sedayu, memiliki rencana untuk memperluas proyek PIK hingga ke Merak dan pantai Bahauheni di Sumatera, sebuah rencana yang ia sebut sebagai ambisi besar yang membahayakan.
Pernyataan ini juga diikuti dengan seruan perlawanan terhadap PIK-2 dari pemuda Banten dan Makassar yang turut serta dalam deklarasi menolak proyek tersebut. Sudrajat menilai, perjuangan saat ini mirip dengan perjuangan Geger Cilegon tahun 1888, di mana rakyat Banten juga melawan penjajahan yang merampas hasil tani dan menghina agama.
Ia juga menyoroti bahwa ulama dan jawara di Banten masih banyak yang tidak memahami situasi ini karena terpengaruh oleh informasi yang dikendalikan oleh birokrasi. "Kita harus melawan PIK-2, bahkan tema reuni akbar 212 pada 2 Desember 2024 bisa menjadi kesempatan untuk menggalang dukungan melawan proyek ini," katanya.
Sudrajat mengingatkan bahwa ambisi Aguan untuk menciptakan "Singapura baru" di Indonesia, dengan penduduk asli yang tergeser, harus dihentikan demi menyelamatkan masa depan generasi muda pribumi.(*)