Pengamat komunikasi politik Effendi Gazali menilai bahwa distribusi bantuan sosial (bansos) yang masih mewarnai Pilkada 2024 di berbagai daerah mencerminkan kegagalan program revolusi mental.
Menurutnya, praktik ini menunjukkan bahwa masyarakat masih cenderung menerima bantuan dalam bentuk uang atau sembako, meski seharusnya mekanisme distribusi bansos lebih transparan dan tidak terikat dengan kepentingan politik.
Effendi Gazali mengungkapkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa Pilkada di seluruh Indonesia masih dipengaruhi oleh bansos. Ia menyatakan bahwa hal ini adalah kegagalan dalam mewujudkan revolusi mental yang diharapkan.
Ia menambahkan, idealnya bansos bisa dikelola secara digital melalui data terintegrasi seperti yang dimiliki Kementerian Sosial, guna mengurangi potensi penyalahgunaan dalam kegiatan politik, termasuk Pilkada dan Pilpres. Namun, kenyataan di lapangan masih menunjukkan bahwa bansos sering digunakan untuk memengaruhi preferensi pemilih.
Effendi Gazali juga menyoroti dinamika di Jawa Tengah, yang menjadi salah satu daerah dengan tingkat persaingan politik tinggi. Di daerah ini, ia mengamati adanya perbedaan pola pemilih, di mana pemilih muda yang lebih rasional dan terdidik mulai menunjukkan dukungan terhadap partai besar di kawasan perkotaan.
Di sisi lain, kerja politik di daerah ini masih bergantung pada figur lokal dan tim kampanye yang solid, serta tokoh-tokoh politik yang sudah lama berkecimpung di dunia politik daerah.
Effendi juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap efektivitas mesin politik partai besar, yang menurutnya belum tentu berjalan dengan baik meskipun partai tersebut besar. (*)