Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Penolakan Berbagai Elemen terhadap Rencana Kenaikan PPN 12 Persen

Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendapat penolakan dari banyak pihak.

Penolakan Keras terhadap Kenaikan PPN 12 Persen Mulai 2025

Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dijadwalkan mulai 1 Januari 2025, mendapat penolakan dari berbagai pihak. Berbagai elemen masyarakat telah menyampaikan keberatan mereka terhadap kebijakan tersebut, dengan alasan dampak negatif terhadap daya beli masyarakat.

Sebuah petisi untuk menolak kenaikan PPN telah muncul dan dibagikan oleh akun X @barengwarga pada Selasa, 19 November. Dalam cuitannya, akun tersebut menuntut pemerintah untuk segera membatalkan kebijakan yang dianggap akan membebani masyarakat, terutama dalam sektor barang-barang kebutuhan pokok.

Petisi tersebut mengingatkan bahwa jika keputusan menaikkan PPN dibiarkan, harga barang seperti sabun mandi hingga bahan bakar minyak (BBM) akan turut naik, yang otomatis akan mengganggu daya beli masyarakat.

Selain itu, kalangan buruh juga memberikan penolakan keras terhadap rencana kenaikan PPN ini. Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan melakukan mogok kerja secara nasional jika kebijakan tersebut tetap dilanjutkan.

Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI, Said Iqbal, menilai bahwa kenaikan PPN ini akan memperparah kondisi ekonomi masyarakat kecil. Buruh memperkirakan kenaikan PPN dapat menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan dan memperburuk kesenjangan sosial.

Said Iqbal juga menyatakan bahwa kebijakan ini akan menjauhkan target pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya diperkirakan bisa mencapai 8 persen. Kenaikan PPN yang direncanakan juga akan berimbas pada kenaikan harga barang dan jasa, sementara kenaikan upah minimum diperkirakan hanya berkisar antara 1 hingga 3 persen, yang menurutnya tidak cukup untuk menutupi kebutuhan dasar masyarakat.

Pengusaha pun menyuarakan keprihatinannya. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, mengatakan meski kenaikan PPN hanya 1 persen, dampaknya bisa langsung dirasakan oleh konsumen dalam bentuk kenaikan harga makanan dan minuman sebesar 2 hingga 3 persen. Sementara itu, Budihardjo Iduansjah dari Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengkhawatirkan adanya boikot dari masyarakat terhadap pembelian barang, yang dapat memperburuk situasi ekonomi.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, menilai bahwa pemerintah masih bisa menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen tanpa perlu mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurutnya, undang-undang tersebut memberi kewenangan kepada pemerintah untuk menurunkan atau mengubah tarif PPN setelah mendapat persetujuan dari DPR.

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, menyatakan bahwa keputusan mengenai kenaikan PPN sepenuhnya ada di tangan pemerintah, meskipun DPR telah memberikan masukan terkait dampak kondisi ekonomi yang berbeda dengan saat UU tersebut disepakati pada 2021.

Dengan berbagai penolakan dan kekhawatiran yang muncul, rencana kenaikan PPN ini masih menjadi perdebatan yang belum menemukan titik temu.(*)

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved